News  

3 Hari Usai Digigit Nyamuk, Pramugari Ini Meninggal Karena Pendarahan Dalam

Seorang pramugari meninggal dunia 3 hari setelah menderita demam berdarah akibat digigit nyamuk.

Seperti yang diberitakan The Sun dan Oriental Daily, Apitchaya Jareondee (25) periksa ke dokter setelah mengalami demam tinggi dan sakit kepala hebat.

Pramugari 25 tahun tersebut ditemani keluarganya ke rumah sakit Lanna, di Chiang Mai, Thailand.

Dokter mendiagnosis Apitchaya menderita demam berdarah.

Namun tak hanya itu, Apitchaya rupanya juga terkena infeksi dari gigitan nyamuk.

Gigitan tersebut memicu pendarahan dalam, syok, dan kegagalan organ tubuh.

Pramugari dari Thai Lion Air ini akhirnya dinyatakan meninggal dunia Senin (5/8/2019), 3 hari setelah ia digigit nyamuk.

Jasadnya dipulangkan ke kampung halamannya di provinsi Nan.

Berbicara setelah kejadian itu, sepupu Apitchaya, Surin Jareondee mengatakan bahwa keluarganya kini mengambil tindakan pencegahan gigitan nyamuk dengan cara lebih sering tinggal di dalam rumah dan menutup jendela.

Ia berkata, “Sekarang musim hujan dan sedang banyak nyamuk di sekitar.”

Menurut The Sun, nyamuk bisa membunuh lebih dari 850 ribu orang tiap tahun.

Dengan kata lain, di usia bumi yang mencapai 200 ribu tahun, nyamuk setidaknya telah membunuh 52 miliar manusia.

Nyamuk memiliki mulut seperti jarum yang disebut proboscis.

Proboscis berfungsi menghisap darah mangsanya.

Hanya nyamuk betina yang menghisap darah.

Semantara nyamuk jantan hidup dengan menghisap nektar dari bunga.

Nyamuk yang cukup besar mampu menghisap setangah darah manusia dalam waktu dua jam.

Saat melakukannya, mereka bisa menyebarkan sekitar 17 persen penyakit infeksi mematikan.

Ada sekitar 110 triliun nyamuk yang berterbangan di dunia saat ini.

Nyamuk yang paling berbahaya yaitu “si kembar beracun” yaitu maralia dan demam kuning.

Akan tetapi, nyamuk juga menyalurkan virus mematikan lainnya, yaitu demam berdarah, Wes Nile dan Zika serta cacing dan parasit.

Nyamuk Pembawa Virus Mematikan Ditemukan di Florida, Otak Penderitanya Bisa Membengkak

Dinas kesehatan Florida Amerika Serikat memberi peringatan pada publik akan bahayanya nyamuk pembawa virus mematikan yang disebut Eastern Equine Encephalitis (EEE).

Seperti yang diberitakan KMOV4 (29/7/2019), beberapa ekor ayam “sentinel” dinyatakan positif EEE.

Virus tersebut dapat menyebar ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi.

Virus dapat menyebabkan infeksi dan pembengkakan otak, ungkap Departemen Kesehatan Florida di Orange County.

Ayam sentinel merupakan ayam atau unggas yang diuji secara reguler apakah mereka terjangkit virus West Nile atau EEE.

Darah ayam tersebut dapat menunjukkan adanya penyakit.

Namun ayam-ayam itu tidak menderita efek dari penyakit tersebut.

Setelah ada beberapa ekor ayam yang dinyatakan positif EEE di Orange County, departemen kesehatan mengungkapkan resiko penyebaran virus ke manusia meningkat.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika menyatakan ada 7 kasus virus EEE yang menjangkit manusia di Amerika tiap tahunnya.

Penyakit yang datang dari virus ini bisa berakibat fatal.

Sebanyak 30% pasien yang terjangkit kemungkinan besar akan meninggal, menurut CDC.

Sementara pasien yang selamat akan mengalami masalah saraf.

Pasien akan mengalami gejala virus EEE sekitar 4 hingga 10 hari sejak mereka tergigit nyamuk yang terinfeksi.

Tanda-tanda penyakit meliputi sakit kepala yang tiba-tiba, demam tinggi, menggigil dan muntah.

Gejala yang lebih parah lagi yaitu disorientasi, kejang dan koma.

Di tengah musim panas, populasi nyamuk mencapai puncaknya.

Otoritas Florida memperingatkan warganya untuk menghindari gigitan nyamuk dengan cara:

– mengeringkan genangan air di sekitar rumah mereka,

– menutupi kulit dengan pakaian atau penolak nyamuk, dan

– menggunakan pelapis layar untuk menutupi pintu dan jendela.

Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan demam berdarah dengue atau DBD paling ditakuti dan diwaspadai.

Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Pola serangan nyamuk pembawa virus DBD berubah, tak lagi menghisap darah saat siang.

Kita tahu bahwa demam berdarah dengue atau DBD merupakan salah satu penyakit yang cukup mematikan.

Siapapun bisa terkena penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Sedangkan akhir-akhir ini kasus demam berdarah dengue atau DBD meningkat sejak awal 2019.

Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dari 1 hingga 29 Januari 2019 terdapat 13.683 kasus DBD di seluruh Indonesia dan sebanyak 132 penderita dikabarkan meninggal dunia.

Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, jumlah korban terbanyak ada di Jawa Timur yaitu sebanyak 2.657 penderita.

Sedangkan provinsi terbanyak kedua adalah Jawa Barat dengan total 2.008 penderita, diikuti NTT dengan 1.169 penderita.

Atas banyaknya kasus ini, dinas kesehatan melakukan berbagai cara untuk membasmi nyamuk penyebab penyakit mematikan ini, salah satunya adalah dengan pengasapan atau fogging.

Sayangnya, cara ini sudah dianggap tidak begitu efektif untuk memberantas nyamuk pembawa virus dengue, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Ketidakefektifan pengasapan ini kemungkinan berhubungan dengan waktu aktivitas nyamuk yang telah berubah, seperti yang diungkapkan oleh para peneliti dari Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dalam artikel jurnal yang diterbitkan 2012, peneliti menemukan perubahan aktivitas itu setelah melakukan pengamatan di Desa Pa’lanassang, Makassar.

Peneliti kemudian menyebutkan di Malaya Peninsula menunjukkan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus ditemukan mengisap darah dari senja hingga dinihari.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aktivitas menghisap darah nyamuk Ae.aegypti baik dengan menggunakan umpan orang dalam (UOD) maupun umpan orang luar (UOL) tertinggi pukul 17.00-18.00 WITA,” tulis para peneliti, seperti yang dilansir dari Kompas.com.

“Sebaliknya waktu aktivitas menghisap darah nyamuk Ae. albopictus menunjukkan perbedaan dimana dengan umpan orang dalam (UOL) tertinggi pukul 16.00-17.00 WITA dan dengan umpan orang luar (UOL) tertinggi pukul 09.00-10.00 WITA.”

Penelitian yang dipimpin oleh peneliti nyamuk, Dr Syahribulan, ini juga menunjukkan waktu aktivitas terendah.

“Aktivitas Ae. aegypti dan Ae. albopictus terendah terjadi pada pukul 12.00-14.00 WITA. Baik nyamuk Ae. aegypti maupun Ae. albopictus ditemukan menghisap darah pada malam hari pukul 18.00-20.00 WITA.”

Peneliti juga menggarisbawahi nyamuk Ae.albopictus lebih banyak beraktivitas pada pagi hari, berbanding terbalik dengan aktivitas Ae.aegypti pada sore hari.

Selain itu, nyamuk Ae.aegypti lebih banyak mengisap darah di dalam rumah, sedangkan Ae.albopictus di luar rumah.

Di sisi lain, virus yang dibawa kedua nyamuk ini juga mengalami evolusi.

Walaupun mengalami evolusi, keparahan penyakit ini pada dasarnya masih sama seperti masa lalu.

Hal yang membedakan adalah jumlah pasien parah lebih banyak.

“Mungkin memang jumlah pasien parah lebih banyak, namun secara klinis seharusnya akan sama gejalanya, hanya mungkin tingkat keparahan akan lebih tinggi,” terang R. Tedjo Sasmono, peneliti senior nyamuk dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kemenristekdikti.

Karena gejala yang muncul sama, penanganan DBD juga pada dasarnya sama seperti sebelumnya. “Kementerian Kesehatan pernah menerbitkan pedoman tata laksana DBD dan sampai saat ini pedoman tersebut masih dipakai oleh para dokter dalam menangani DBD,” ujar Tedjo. [tribunnews]