Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin menegaskan bahwa ketahanan keamanan siber atau Cyber security di Indonesia masih rentan dan perlu peningkatan.
Pasalnya, lanjut Mukhtarudin, keamanan siber semakin menjadi perhatian utama di era digital, terutama di Indonesia yang tengah mengalami pertumbuhan pesat dalam penggunaan teknologi informasi.
Mukhtarudin mengingatkan semua pihak bahwa Pusat Data Nasional (PDN) pernah diretas oleh siber jenis Ransomware dengan nama ‘Brain Chiper’ beberapa waktu lalu.
“Nah ini terbukti dengan kasus peretasan data nasional itu mengisyaratkan bahwa sangat urgent meningkatkan keamanan siber di Indonesia,” beber Mukhtarudin, Rabu 16 Oktober 2024.
Politisi Dapil Kalimantan Tengah ini mengaku ancaman siber telah menjadi bagian dari realitas pertahanan negara yang semakin nyata saat ini.
Berdasarkan data National Cyber Security Index (NCSI) tahun 2023, Indonesia berada di peringkat ke-48 dari 176 negara dunia untuk keamanan siber dengan skor 63,64.
“Ya, skor tersebut masih berada di bawah skor rata-rata dunia yang mencapai 67,08 poin,” imbuh Mukhtarudin.
Sementara, Mukhtarudin bilang di negara dengan keamanan siber terbaik di kelompok ASEAN, Indonesia masuk menduduki peringkat ke-5 setelah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Mukhtarudin berujar ancaman keamanan siber seperti serangan malware, peretasan data, dan kebocoran informasi pribadi tersebut, sangat memberikan dampak negatif yang merugikan bagi individu dan organisasi.
“Untuk itu, kedepannya harus ada peningkatan keamanan siber tanah air. Hal ini juga sebagai upaya kita untuk mencapai kemandirian pertahanan dalam menghadapi ancaman yang semakin berkembang,” imbuh Mukhtarudin.
Anggota DPR RI periode 2024-2029 ini menjelaskan berbagai serangan siber telah terjadi di Indonesia. Termasuk ransomware server Pusat Data Nasional (PDN) yang berdampak pada data milik Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang diretas dan diperjualbelikan di dark web.
Sebelum kasus ransomware PDN, serangan siber juga pernah terjadi pada situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2018 serta kasus ransomware wannacry tahun 2018 yang melumpuhkan sistem komputer beberapa rumah sakit dan perusahaan besar di Jakarta.
Selain itu, kasus penyadapan komunikasi pribadi Presiden RI pada tahun 2013 oleh Australia, itu berdasarkan dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan anggota National Secret Agency Amerika Serikat.
Fraksi Golkar DPR RI pun berharap ke depannya kolaborasi lintas sektor harus semakin kuat serta dukungan sumber daya yang memadai untuk peningkatan keamanan siber.
“Harapan ke depannya Intelijen kita juga harus mampu mengidentifikasi dan mengatasi dan melindungi ancaman ini, agar data digital pemerintah tidak akan diretas lagi oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkas Mukhtarudin.
(Sumber)