Otoritas pangan Thailand menemukan adanya temuan residu pestisida dalam anggur muscat impor. Disinyalir impor anggur muscat yang sama juga masuk ke Indonesia, sehingga temuan ini menggemparkan publik. Masyarakat khawatir residu pestisida yang ada dalam anggur muscat impor ini berbahaya bagi kesehatan.
Dilansir dari pemberitaan detikcom, seorang epidemiologi, Dicky Budiman menyoroti bahaya pestisida sistemik yang mampu terserap ke dalam jaringan buah, seperti triasulfuron dan tetraconazole. Jika kandungan pestisida dalam anggur ini melebihi batas aman, risiko terhadap kesehatan konsumen pun meningkat.
“Paparan pestisida yang berlebihan tak hanya berdampak pada sistem pencernaan, tetapi juga dapat memicu gangguan pada sistem saraf dan, dalam jangka panjang, bahkan meningkatkan risiko kanker,” ungkap Dicky.
Ini menunjukkan bahwa pengawasan ketat terhadap produk pangan, terutama yang berasal dari impor, sangat diperlukan. Kerja sama antara BPOM, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan perlu diperkuat untuk memastikan keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat.
“BPOM, misalnya, memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan ketat pada residu kimia atau pestisida dalam produk pangan, termasuk anggur muscat. Kementerian Pertanian juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua produk impor memenuhi standar keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia,” jelas Dicky.
Sementara itu, peran pihak terkait seperti Badan Karantina, Kementan, Kemenkes dan BPOM sebagai filter kandungan yang terdapat dalam obat dan makanan dengan batas toleransi tertentu dipertanyakan. Salah satunya oleh anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago dari Fraksi Partai Nasdem.
Pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX bersama BPOM pada Selasa (29/10), Irma mengungkap isi percakapannya dengan Deputi Bidang Penindakan BPOM, Rizkal, soal anggur Muscat. Kepada Irma, Rizkal mengatakan bahwa peredaran anggur Muscat bukanlah wewenang BPOM, namun Badan Karantina Indonesia. Irma pun menyampaikan isi percakapannya ini kepada Kepala BPOM Taruna Ikrar yang hadir di RDP.
“Saya tanya Rizkal, kenapa kok BPOM gak bergerak? ]Kata] Rizkal, itu bukan wilayah BPOM, itu wilayahnya dari karantina,” ungkap Irma Suryani.
Irma Suryani pun mengaku heran mengapa BPOM tak berkoordinasi dengan Badan Karantina terkait bahayanya anggur berwarna hijau yang manis dan tak berbiji itu. Irma yang dikenal vokal ini meminta BPOM menyingkirkan ego sektoral mereka. Menurutnya, kalau BPOM hanya berada di zona fungsinya sendiri tanpa koordinasi, maka pekerjaannya tak akan berjalan untuk menyehatkan masyarakat.
“Kalau kalian cuma sekadar selalu mengedepankan ego sektoral kalian ya, cuma bicara fungsi kalian sendiri, gak bakal jalan. Gak bakal selesai ya untuk menyehatkan rakyat Indonesia ini, gak bakal selesai,” kritiknya.
Irma pun meminta BPOM untuk bergerak berkoordinasi dengan Badan Karantina dan pihak terkait lainnya karena Komisi IX tidak bisa langsung menegur. Sebagai mitra kerja Komisi IX, BPOM-lah yang bisa mereka tegur.
“Kok bisa (anggur Muscat) beredar di supermarket-supermarket? Ya kalau saya dari Komisi IX nggak bisa tangan saya langsung ke karantina karena itu bukan mitra saya, ya saya pasti ke kamu. Pasti ke anda,” ujar Irma.
Mengutip media Nation Thailand edisi 24 Oktober, berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, sebanyak 23 dari 24 sampel anggur Shine Muscat yang dijual di Bangkok dan sekitarnya melebihi batas residu pestisida yang diizinkan.
Dalam upaya pengambilan sampel ini, 24 sampel anggur dikumpulkan dari 15 lokasi penjualan berbeda di Bangkok dan sekitarnya pada tanggal 2-3 Oktober, dengan harga berkisar antara 100 hingga 699 baht (Rp 47 ribu hingga Rp 327 ribu) per kilogram. Sampel-sampel tersebut dikirim ke Laboratorium BVAQ, yang terakreditasi berdasarkan ISO 17025, untuk menganalisis residu pestisida.
“Dari 24 sampel, hanya 9 sampel yang dapat diidentifikasi asal negaranya, yang berasal dari China, sedangkan sisanya tidak memiliki informasi asal,” begitu antara lain data yang mereka kumpulkan. {redaksi}