Pemerintah diminta menunda penerapan PPN 12 persen. Kebijakan ini memang tidak menyasar bahan-bahan pokok, tetapi ongkos produksi barang lainnya pasti akan terbebani, ujungnya harga barang jadi akan naik dan beban itu ditanggung rakyat sebagai konsumen.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto menyatakan, PPN 12 persen yang berdampak pada rantai produksi akan menyebabkan daya beli semakin loyo. Terutama pembelian barang-barang premium seperti buah-buahan, ikan, udang serta daging.
“Kami dari Apindo menyarankan supaya pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan PPN 12 persen,” kata dia di Cikarang Jawa Barat, dikutip di Jakarta, Minggu (29/12/2024).
Menurut dia, kebijakan PPN 12 persen sangat berbeda dengan kebijakan yang diterapkan di negara berkembang lain. Ia mencontohkan Vietnam yang sebaliknya malah menurunkan PPN mereka dari 10 menjadi delapan persen.
“Kita berharap pemerintah lebih bijaksana melihat kondisi ke depan. Kalau kita lihat Vietnam malah jadi delapan persen, ini di kita kok malah naik,” ucapnya.
Selain masyarakat, pengusaha juga akan sangat terbebani. Sebab, tutur dia, kenaikan PPN bersamaan dengan meningkatnya upah minimum sebesar 6,5 persen. “Hal itu berdampak pada sektor industri yang tengah lesu,” ucap dia.
Sebelumnya hal senada juga disampaikan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda. Dia mengatakan langkah itu tidak tepat jika berkaca dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini.
Di matanya, pemerintah hanya cari jalan pintas saja. Padahal, ada cara lain yang bisa dilakukan negara seperti pengelolaan pajak untuk tambang. “Pajak tambang itu cukup besar dan memang belum optimal. Share sektor tambang terhadap PDB itu besar, tapi share pajak dari tambang terhadap penerimaan pajak total itu kecil. Artinya ini bisa ditingkatkan,” tuturnya saat ditemui di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024).
Selain pajak tambang, pemerintah juga bisa mengelola pajak kekayaan atau wealth tax. Nailul mengatakan, dengan langkah ini saja, pemerintah tak perlu pusing cari sumber pendanaan untuk program makan bergizi gratis Presiden Prabowo Subianto.
“Tapi yang jelas dari wealth tax ini sebenarnya dari 2 persen saja itu bisa membiayai makan bergizi gratis, kemudian bisa membayai pembangunan-pembangunan lainnya yang kita butuhkan uang yang cukup besar,” ujar Nailul.
Kritikan dan penolakan ini direspons Presiden Prabowo Subianto. Dia mengatakan, pemerintah sedang bekerja keras untuk rakyat Indonesia. Ia menegaskan, pemerintah tak sedikit pun berniat mempersulit kehidupan rakyat. Hal ini disampaikan menanggapi ramainya penolakan PPN 12 persen di usia bulan kedua masa pemerintahannya.
“Saya bertekad untuk memimpin suatu pemerintah yang bersih, pemerintah yang akan menjaga kepentingan rakyat Indonesia, tidak ada niat sedikit pun kami untuk mempersulit kehidupan rakyat Indonesia,” kata Prabowo di Jakarta, dikutip Minggu (29/12/2024).
Ia meminta agar rakyat Indonesia bersabar dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Terlebih, kepemimpinannya baru berjalan kurang lebih dua bulan. “Saya mohon seluruh rakyat Indonesia untuk bersabar sebentar, saya mengerti, saya mengerti sebetulnya saudara berat sekali untuk sabar,” ucap Prabowo.
Diketahui, pemerintah resmi memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Meski demikian, ada beberapa jenis barang diberikan fasilitas pembebasan dan diskon PPN.
Hal ini diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). “Sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sesuai jadwal yang telah ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” ucap Menko Airlangga.(Sumber)