Presiden Prabowo Subianto telah resmi mengumumkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen hanya menyasar barang dan jasa bersifat mewah. Keputusan ini ada sisi positif dan negatifnya. Di satu sisi mendengarkan keluhan rakyat tetapi di sisi lain, pemerintah melepaskan peluang pemasukan Rp75 triliun atas penerapan PPN secara selektif ini.
Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun mengatakan penerapan PPN 12 persen ini hanya akan menambah penerimaan negara Rp3,2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan, bila tarif PPN 12 persen mengikuti kebijakan lama, akan menambah penerimaan negara hingga Rp75 triliun, sebab tarif PPN dikenakan ke seluruh barang dan jasa.
“Penerapan PPN 12 persen secara selektif ini diperkirakan hanya akan menambah penerimaan Rp3,2 triliun saja pada APBN 2025. Diperkirakan pemerintah berkorban Rp75 triliun, seandainya penerapan PPN 12 persen di APBN 2025 dikenakan pada semua barang,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (1/1/2025).
Politikus Partai Golkar itu mengingatkan, pemerintah masih memiliki tugas untuk menyosialisasikan kebijakan tarif PPN 12 persen secara selektif tersebut. Apalagi, penerapan kebijakan tarif PPN 12 persen resmi diberlakukan pada hari ini.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P menegaskan pemerintah harus cermat dalam mencari pemasukan lain jangan hanya mengandalkan kenaikan PPN jadi 12 persen.
“Dalam UU APBN 2025, pemerintah memiliki ruang untuk melakukan APBN Perubahan/Penyesuaian apabila terdapat perubahan kebijakan-kebijakan fiskal seperti kebijakan perpajakan dan belanja negara. Namun pemerintah tidak menjadikan APBN Perubahan/Penyesuaian sebagai pilihan,” kata Dolfie.
Sebelumnya, keputusan penerapan PPN 12 persen secara selektif ini diumumkan secara resmi oleh Presiden Prabowo di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024). Prabowo kembali menegaskan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen sesuai dengan amanah dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Jadi sesuai kesepakatan pemerintah Republik Indonesia dengan DPR tahun 2021, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap dari 10 menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 ini sudah dilaksanakan. Dan kemudian perintah perundang-undangan dari 11 persen menjadi 12 persen dari 1 Januari 2025 besok,” kata Prabowo.
Prabowo menyatakan kenaikan PPN dilakukan secara bertahap untuk menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karenanya, masyarakat diharapkan tidak terkena dampak secara signifikan mengenai kenaikan ini. Dia juga menyebut kenaikan hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah.
“Kenaikan secara bertahap ini dimaksud agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, terhadap inflasi dan terhadap pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.
Adapun barang-barang tersebut, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh beberapa golongan masyarakat. Misalnya, jet pribadi, kapal pesiar, hingga rumah mewah.
“Pesawat jet pribadi itu tergolong barang mewah dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar yacht, kemudian rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah. Artinya untuk barang dan jasa selain yang tergolong barang-barang mewah tidak ada kenaikan PPN,” ucap Prabowo.(Sumber)