Peluncuran aplikasi layanan pajak berbasis digital bernama Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025, operasionalnya masih kacau.
Khususnya karena kegagalan e-faktur yang memantik kerugian untuk wajib pajak.
Padahal, kata Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, kehadiran Coretax untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan di sisi DJP karena aplikasi tersebut memudahkan DJP untuk memungut pajak. Namun, ada dugaan mengejutkan soal Coretax.
“Coretax tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan perolehan pajak tetapi juga berperan dalam mendukung agenda sosial, termasuk penerimaan terhadap kelompok LGBT,” kata Rinto, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Temuan IWPI, kata Rinto, mengacu kepada tayangan YouTube Peneleh Jang Oetama berjudul: Saat Akuntan dan Auditor Menerima LGBT Demi Positioning Pasar dan SDGs: Quo Vadis atau Makin Sadis? pada 2021.
Kebetulan, Focus Group Discussion (FGD) itu digelar IWPI, mengulas sebuah diskursus intelektual yang menghadirkan sejumlah akademisi sebagai narasumber. Mereka adalah Prof Niki Lukviarman dari Universitas Andalas dan Dr Aji Dedi Mulawarman dari Universitas Brawijaya.
Dalam diskursus itu, Aji menyampaikan pandangan tentang tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Diawali dari pernyataan Menteri/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada akhir 2021 yang menyebut kebutuhan dana untuk mewujudkan SDGs hingga 2030 mencapai Rp67.000 triliun.
Artinya, dalam setahun, dibutuhkan anggaran Rp6.700 triliun untuk mendukung program-program SDGs. Jumlah ini menjadi potensi pasar yang besar bagi kantor akuntan publik. Dia pun menyoroti tujuan SDGs, yaitu: no one left behind. Dari sinilah puntu gerbang bagi masuknya banyak kelompok.
“Terutama melalui tujuan ke 10, yaitu: reduce inequalities. Melalui tujuan ke 10, bahkan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan,” I will always fight for equality of LGBT members of our human family,” kata Aji.
Lantas apa bentuknya? Sejumlah perusahaan multinasional membentuk koalisi global yang disebut open for business forum. Beberapa diantara perusahaan tersebut adalah PwC, Microsoft, dan Unilever. “Koalisi tersebut dibentuk untuk mengintrodusir LGBT agar semakin inklusif secara global. Dan itu bagian dari generate economic growth untuk bisnis,” tuturnya.
Seperti diketahui, PwC adalah salah satu dari 4 besar dunia kantor akuntan publik (KAP). Sedangkan 3 yang lain adalah Deloitte, Ernst & Young (EY), dan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).
Lalu apa kaitannya dengan Coretax? Ya, karena PricewaterhouseCoopers atau PwC ditunjuk DJP menggelar tender pembangunan Coretax. selain itu, pemenang tender jasa konsultasi Coretax adalah Deloitte.
Sedangkan Prof Niki menyampaikan 4 besar KAP kelas dunia itu, memiliki semangat diversity yang seharusnya digunakan untuk mengejar pertumbuhan bisnis. Namun, LGBT menumpang pada isu minoritas itu. Mereka menempatkan diri sebagai minoritas dan menekan untuk diterima secara global.
Sementara, Prayogi R Saputra, analis hubungan internasional dari Sekolah Negarawan yang hadir pada FGD tersebut menyebutkan bahwa kampanye LGBT adalah bagian dari operasi global yang salah satu tujuan utamanya adalah pengendalian populasi.
“Artinya keterlibatan PwC dan Deloitte di proyek Coretax, punya implikasi. Intrumen pajak Coretax baik secara langsung maupun tak langsung, mendukung SDGs. Di mana, salah satu tujuan SDGs adalah reduce inequalities yang berpotensi banyak penumpang gelapnya.(Sumber)