Plt Dirjen Imigrasi Saffar Godam menyebut ada kondisi yang perlu dipenuhi oleh Polri jika ingin memperpanjang masa pencegahan eks Ketua KPK Firli Bahuri ke luar negeri, yang sudah berakhir per Desember 2024.
“Aturan keimigrasian dapat diperpanjang 1 kali 6 bulan. Artinya, berlaku 2 kali 6 bulan,” katanya di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (19/1/2025).
Permohonan perpanjangan yang sudah dua kali diajukan jadi kendala bagi Polri jika ingin perpanjang lagi. Namun Saffar mengatakan, ada syarat lain jika masa cekal itu ingin diperpanjang, yakni Korp Bhayangkara perlu menyatakan secara resmi status Firli sebagai DPO.
“Namun ada mekanisme yang dimungkinkan untuk dapat dikenakan pencegahan selanjutnya, yaitu mekanisme DPO. Selanjutnya tergantung daripada instansi pemohon,” kata dia.
Asal tahu saja, Firli sempat dicegah ke luar negeri pada November 2023. Kemudian, Bareskrim Polri mengajukan perpanjangan pencegahan Firli ke Ditjen Imigrasi sampai Desember 2024.
Sudah lebih dari setahun Firli menyandang status tersangka, bahkan kerap mangkir setiap ada pemeriksaan. Terhitung dia sudah dua kali panggilan polisi terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak membuka opsi menjemput paksa Firli Bahuri. Pertimbangan itu disebut memungkinkan, sebab jika tersangka tak memenuhi panggilan tanpa alasan yang jelas, penyidik berhak “jemput bola”.
“Maka peluangnya ada dua, sesuai dengan KUHAP menghadirkan paksa atau dilakukan upaya paksa terhadap yang bersangkutan,” ucap Ade kepada wartawan di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Rabu (1/1/2025).
Diketahui, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023. Sejak itu, sebanyak 160 saksi telah diperiksa. Namun, Firli belum juga ditahan meski sudah setahun berlalu.
Selain dugaan pemerasan, Firli terlibat kasus lain, yaitu pertemuan dengan SYL di lapangan badminton.
Dalam kasus ini, ia berstatus saksi meski perkara telah naik ke tahap penyidikan. Penyidik menerapkan Pasal 12e dan/atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP, serta Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK dalam kedua kasus tersebut.(Sumber)