Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh (Ninik) mengomentari usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana soal serangga jadi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah.
“Pada dasarnya kita harus kembali pada filosofi awal kita membuat program makan bergizi gratis ini, yakni kita ingin memberikan gizi yang baik kepada anak-anak generasi bangsa ini,” ujar Ninik kepada inilah.com, Jakarta, Selasa (28/1/2025).
Usulan serangga jadi opsi menu MBG tersebut harus disertai dengan penelitian yang matang.
“Tapi tentu catatannya harus kembali kepada filosofi awal yakni untuk memberikan makanan bergizi, jangan sampai hanya karena persolan anggarannya berubah-ubah, anggarannya dihitung kurang menjadikan menunya dikurangin, tidak sesuai standard awal,” katanya.
Dia menegaskan, jika serangga akan dijadikan menu MBG di sejumlah daerah jangan sampai mengubah nilai gizi bagi anak-anak.
“Jadi menurut saya menggali potensi-potensi yang ada di Indonesia itu penting tapi dengan tanpa mengubah hal yang paling mendasar yakni untuk memberikan makan bergizi gratis yang paling baik kepada generasi muda kita,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memberi usulan serangga jadi menu makan bergizi gratis (MBG). Menu itu nantinya hanya akan berada di daerah tertentu.
“Itu salah satu contoh ya (menu serangga) kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ,” ujar Dadan kepada wartawan, di Hotel Bidakara Jakarta, Sabtu (25/1/2025).
Dia menyebutkan BGN tidak menetapkan standar nasional pada menu makan bergizi gratis. Kata dia, BGN hanya menetapkan menu dengan standar komposisi gizi.
“Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” katanya.
Dadan mengatakan, protein di setiap daerah berbeda. Sehingga, protein pada menu bergizi gratis akan bergantung dengan potensi sumber daya lokal.
“Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu. Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung,” ucapnya.
“Meskipun nasi mungkin diberikan juga, tapi di daerah-daerah yang memang tidak terbiasa makan jagung, ya makan nasi,” tambahnya.
Namun, dia meminta untuk tidak mengartikan lain kemungkinan tersebut. Dia pun memberi contoh di daerah yang mengganti karbohidrat dengan singkong. Hal itu bisa jadi opsi untuk menu makan bergizi gratis.
“Tapi ada misalnya di Halmahera Barat itu, orang biasa makan singkong dan pisang rebus, itu kan karbohidrat juga. Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi,” tuturnya.(Sumber)