Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menilai pendekatan dialog harus terus intensif dilakukan dalam mencari solusi masalah sengketa tanah ulayat.
Hal itu disampaikan Menteri Nusron saat Rapat kerja dengan Komite I DPD RI, khususnya menjawab pertanyaan tentang sengketa tanah di Pulau Rempang.
“Soal Rempang. Pada prinsipnya kalau memang tanah Rempang ini kan dalam Undang-Undang HPL-nya diserahkan kepada Otoritas Batam. Masalahnya UU dibuat kapan? sertifikat kapan diterbitkan?” jelas Menteri Nusron.
Ia juga menegaskan bahwa nasib penduduk di sana harus dipikirkan. Agar hak-hak mereka tidak diganggu dan dikorbankan.
“Bagaimana penduduk yang sudah punya sertifikat. Ini harus dibicarakan,” tegasnya.
Nusron memastikan bahwa negara harus berdiri tegak, untuk menyelesaikan masalah demi kebaikan semuanya.
“Negara tak boleh kalah dengan siapa pun. Tapi negara tetap membuka kesempatan untuk ekonomi. Harus ada win-win solution. Maskaraat tidak dikorbankan, tetapi ekonomi juga gak boleh dihambat,” jelasnya.
Selain itu, Nusron juga membahas tentang tanah adat, dan mendorong agar masyarakat adat mendaftarkan tanahnya agar punya legalitas yang jelas.
“Sekarang rezim pencatatan. Siapa yang mau mengurus itu masuk adat. Maka ayo daftarkan ke kita (Kementerian ATR/BPN),” ungkap Nusron.
Ia menjelaskan, Negara melihat tanah itu tak bisa dibiarkan, supaya mempunyai fungsi, daya guna, dan kemanfaatan. Apalagi pasal 33 UUD menyatakan bumi, air dan seisinya dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat semakmur-makmurnya.
“Supaya tak tabrakan dengan adat, maka senator yang dekat dengan suku adat, ayo daftarkan hak adanya ke kita (ATR/BPN). Supaya sertifikat seluas sekian hektar punya suku ini, ketuanya ini, sekretarisnya ini, dan seterusnya. Supaya jelas,” tandas Nusron. (Sumber)