News  

Buka Trading Arm di Singapura, Pertamina Lahirkan Petral Jilid II?

PT Pertamina (Persero) belakangan diketahui baru saja membentuk trading arm di Singapura. Para pakar menilai pembukaan trading arm atau kantor pemasaran ini bisa jadi bibit lahirnya Petral jilid II.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan kantor pemasaran yang dibuka di Singapura jauh berbeda dengan Petral, trading arm Pertamina yang dibubarkan atas instruksi Presiden Joko Widodo karena praktik mafia migas dalam impor minyak selama bertahun-tahun.

Trading arm Pertamina yang ada di Singapura kini bernama Pertamina International Marketing & Distribution Pte Ltd (PIMD). Kantor pemasaran ini sendiri baru dibuka September lalu.

“PIMD merupakan trading arm Pertamina dalam ekspor produk Pertamina dan jual produk pihak ke-3 ke pasar internasional,” ujar Fajriyah saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).

PIMD, kata dia, difokuskan untuk menangkap peluang terutama di bisnis bunkering terutama di Singapura. Caranya adalah dengan memanfaatkan fasilitas blending MFO 380 dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Sambu, serta masuk ke pasar regional dengan membangun bisnis retail untuk memperkenalkan brand Pertamina secara global.

Lebih lanjut dirinya mengatakan PIMD ini digagas dan di bawah direksi Marketing. “Dia justru ekspor jual produk pertamina justru,” imbuhnya.

Tapi, pembukaan kantor pemasaran ini dinilai berisiko melahirkan praktik pemburu rente seperti yang terjadi di Petral dulu. Hal ini setidaknya dikemukakan oleh mantan staf ahli Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu. Ia menjawab “Iya,” saat ditanya soal potensi PIMD bisa berperan sebagai Petral.

Begitu juga dengan pakar dari Universitas Gajah Mada sekaligus mantan tim reformasi tata kelola migas, Fahmy Radhi. Ia menjelaskan awal mula Petral dibentuk juga untuk menjual minyak mentah saat Indonesia masih ekspor minyak.

“Tapi pada saat net importir, fungsi Petral hanya sebagai satu-satunya pengimpor BBM. Saat itu Petral digunakan oleh mafia migas untuk pemburuan rente dalam pengadaan BBM melalui bedding dan blending yang dimark-up. Akhirnya Petral dibubarkan,” jelasnya.

Menurutnya, setelah Petral dibubarkan semestinya Pertamina tak membuka trading arm lagi di Singapura. “Ini tidak tepat dan blunder.”

Ia meyakini praktik pemburuan rente seperti di Petral akan kembali terulang, apalagi perusahaan dibikin di luar teritorial Indonesia sehingga tidak terjangkau pemeriksaan oleh KPK dan BPK.

Apalagi diselipkan juga soal bisnis LPG di trading arm baru ini, “Kalau hanya jual gas, Pertamina semestinya tidak perlu buka trading arm di Singapura.”

Ia menduga trading arm ini justru dibuka untuk pengadaan impor LPG untuk pasokan kebutuhan dalam negeri yang masih sangat besar. “Kalau benar, maka pemburuan rente akan terulang kembali.” {CNBC.com}