Advokat dan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR), Ahmad Khozinudin, menyoroti keterlibatan anggota Polri dalam politik praktis serta praktik menduduki jabatan di luar institusi kepolisian tanpa mengundurkan diri. Menurutnya, fenomena ini semakin mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Soal polisi terlibat politik praktis, lebih praktis dari partai politik, sudah bukan rahasia umum lagi. Bahkan, saat ini Polri sudah mendapatkan gelar masyarakat sebagai ‘Parcok’ (Partai Cokelat),” ujar Ahmad Khozinudin dalam keterangannya kepada Radar Aktual, Ahad (23/3).
Ia menyoroti beredarnya data 59 Perwira Tinggi (Pati) Polri yang masih aktif namun bertugas di Kementerian dan lembaga negara tanpa mengundurkan diri dari institusi kepolisian. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Ini sudah sangat kelewatan. Seharusnya pilihannya hanya dua: pensiun dini atau mundur. Jika dibiarkan, ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak independensi lembaga negara,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini merupakan bentuk nyata pembangkangan terhadap hukum yang tidak boleh dibiarkan. Menurutnya, para Pati Polri yang melanggar aturan tersebut harus segera diproses hukum.
“Pelanggaran hukum ini tidak boleh didiamkan. Sejumlah Pati Polri yang melanggar Pasal 28 ayat 3 UU Polri wajib diproses hukum, karena Indonesia adalah negara hukum. Kecuali, Indonesia sudah berubah menjadi negara milik Jokowi, Tito Karnavian, dan Listyo Sigit Prabowo,” kritiknya tajam.
Selain itu, Ahmad Khozinudin juga menyinggung dampak dari keterlibatan Polri dalam berbagai lembaga negara terhadap penegakan hukum di Indonesia. Ia mencontohkan kasus pagar laut yang hingga kini tidak diusut tuntas, yang menurutnya berkaitan dengan keberpihakan aparat terhadap kepentingan oligarki.
“Sejumlah kementerian dan lembaga telah dikooptasi Polri. Kepentingan Aguan diselamatkan oleh Polri. Inilah salah satu penyebab mengapa kasus pagar laut tidak dituntaskan,” ujarnya.
Ahmad Khozinudin menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan tidak tebang pilih. Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, maka hukum di Indonesia hanya akan menjadi alat bagi kepentingan segelintir elite, bukan untuk menegakkan keadilan bagi rakyat.