Bagi Nanda (24), proses kehidupan itu dinamis. Bahkan lulus di kampus ternama seperti Universitas Airlangga (Unair), Surabaya tak membuatnya langsung mendapatkan kerja. Tujuh bulan sudah Nanda menganggur sembari melamar pekerjaan, tapi tak kunjung mendapat panggilan.
Gagal masuk Unair berkali-kali
Sejak kecil, Nanda sudah punya keinginan kuliah. Perempuan asal Surabaya itu sering kali takjub saat melewati gedung Universitas Airlangga Kampus B yang terletak di Jalan Airlangga, Kecamatan Gubeng, Surabaya.
Walaupun tak semegah kampus C yang identik dengan patung Airlangganya, Nanda tetap kagum dengan predikat Unair sebagai kampus terbaik di Surabaya. Apalagi, pandangan dari orang tua dan orang-orang sekitarnya yang menilai Unair sebagai kampus prestisius. Sontak membuat Nanda selalu berandai-andai bisa menjadi mahasiswa di sana.
Namun, mewujudkan mimpi itu tidaklah mudah. Harapannya hampir kandas saat tahap seleksi penerimaan mahasiswa baru di tahun 2019. Ia dinyatakan gagal ditahap SNMPTN atau jalur prestasi, padahal ia punya banyak penghargaan di bidang seni tari.
Meski begitu, Nanda memilih tak berpatah hati. Ia kembali berjuang di tahap SBMPTN dan mendaftar di Unair tapi ia kembali gagal.
“Tapi ternyata Allah nggak ngizinin buat masuk Unair di tahun itu,” ucap Nanda, Sabtu (30/3/2025).
“Selama satu tahun aku selalu overthinking, kenapa ya gini? kenapa ya gitu? Sedih banget ngelihat teman-teman seangkatan pada kuliah,” lanjutnya.
Alih-alih memilih jalur Mandiri, Nanda menunggu satu tahun untuk mendaftar kuliah. Pilihannya tetap sama, yakni Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Unair. Mimpinya tetap keukeuh memilih kampus Timur Jawa Dwipa tersebut.
“Qadarullah, alhamdulillah aku keterima di Unair tahun 2020, selama perkuliahan dan sampai saat ini aku udah nemuin jawaban pertanyaanku di tahun kemarin yang buat aku selalu bersyukur,” ujar Nanda.
Hampir telat jadi sarjana Unair
Nanda tak punya alasan khusus memilih jurusan di bidang ekonomi, tapi menurutnya banyak hal menarik yang bisa ia pelajari. Termasuk dalam melihat kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini.
Badai PHK tersebar di banyak sektor. Kementerian Ketenagakerjaan menyebut ada 3.325 pekerja yang di PHK per Januri 2025. Kondisi itu membuat Nanda ikut was-was mencari kerja karena kurangnya lapangan kerja.
Ia pun merasa khawatir untuk mengambil keputusan. Jika bisa memilih, sejak dulu Nanda ingin menjadi pramugari. Namun, jika melihat jurusan yang ia ambil, pilihan tersebut tampak seperti angan-angan belaka baginya.
“Kalau melihat realita yang ada ya inginnya masuk ke dunia kementerian keuangan biar selaras dengan jurusanku, tapi kalau ada tawaran lain nggak harus sesuai juga its oke. Jadi lebih felksibel,” tuturnya.
Kehidupan memang tak selalu mulus seperti bayangan Nanda saat remaja, di mana setelah lulus SMA, ia bisa masuk kuliah empat tahun, sarjana, langsung kerja, naik pangkat, hingga kaya raya.
Sebab, pada nyatanya setelah lulus SMA ia harus gapyear, kelimpungan saat kuliah, hampir telat menyelesaikan skripsi, tidak langsung kerja, apalagi naik jabatan diumur yang sudah dewasa.
“Sejujurnya, mulai dari September 2024 sampai Maret 2025 ini aku belum diterima kerja di perusahaan yang aku apply. Jadi menurutku susah banget mencari kerjaan yang aku mau,” ucapnya.
“Jadi doakan ya, semoga segera dapet kerja,” harapnya.
Ijazah masih penting untuk melamar kerja
Meski tak kunjung mendapat rezeki, Nanda tak pernah menyesali keputusannya. Ia merasa beruntung masih bisa mengenyam pendidikan tinggi di Unair, Surabaya walaupun ia tergolong angkatan Corona.
Pertama kali dinyatakan lolos seleksi, Nanda harus menerima kenyataan jika pembelajaran di Unair harus dilaksanakan secara online karena pandemi Covid-19. Kebijakan belajar secara daring tak hanya diberlakukan di Unair, tapi hampir seluruh kampus di Indonesia. Alhasil, Nanda jarang pergi ke kampus dari semester 1 hingga pertengahan semester 4.
“Menurutnya pembelajarannya jadi nggak efektif. Aku jadi sulit memahami perkuliahan dan sering ngentengin kelas,” kata Nanda.
Menginjak semester 5, Nanda harus beradaptasi kembali dengan perkuliahan offline. Ia harus mengubah mindset-nya agar lebih rajin belajar. Apalagi, ia harus membagi waktu antara kuliah dan mengajar tari sebagai pekerjaan sampingan. Terlebih ‘momok’ mempersiapkan skripsi lebih terkesan nyata saat itu.
“Sidang skripsiku mepet dulu batas empat tahun, sempet ditangguhkan juga selama sebulan, tapi alhamdulillah dosen waliku super duper baik dan membantu sekali,” ucapnya.
Nanda ingin menyelesaikan kuliahnya tepat waktu agar segera mendapat ijazah sarjana. Bagi dia, ijazah tersebut masih penting digunakan untuk melamar kerja.
“Karena pengalamanku selama mencari kerja, ijazah sarjana menjadi kualifikasi minimal meskipun kemampuan dan pengalaman juga penting,” ujarnya.(Sumber)