Dalam pernyataan tajam dan penuh keprihatinan, Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, kembali melontarkan kritik keras terhadap kondisi politik Indonesia pasca pembentukan Kabinet Merah Putih. Ia menyebut pemerintahan saat ini tengah memasuki fase paling kelam dari degenerasi nilai, di mana kebenaran diputarbalikkan dan negara dikendalikan oleh kekuatan oligarki yang tak kasat mata.
Mengutip pemikir politik Hannah Arendt dalam buku The Origins of Totalitarianism (1951), Sutoyo menyoroti bagaimana dalam rezim totaliter, masyarakat kehilangan kemampuan untuk membedakan antara fakta dan fiksi, antara benar dan salah. “Ini bukan sekadar kekacauan informasi, tapi pembusukan moral dan etika dalam politik,” ujarnya kepada Radar Aktual, Senin (21/4/2025)
Sutoyo mencurigai pertemuan sejumlah mantan menteri Kabinet Indonesia Maju dengan Presiden ke-7 Joko Widodo sebagai bentuk kamuflase kekuasaan. Meski mereka mengaku Jokowi sebagai “bos” mereka, menurut Sutoyo, kenyataannya mereka tunduk kepada oligarki yang mengendalikan arah politik dan ekonomi bangsa.
Hal yang sama, kata dia, juga tampak dari kunjungan sejumlah perwira polisi peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 yang mendatangi Jokowi di Solo pada 17 April 2025. “Mereka datang bukan untuk mencari nasihat, melainkan menegaskan posisi subordinat kepada kekuatan lama di balik panggung kekuasaan,” ucapnya.
Menurut Sutoyo, ini menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto secara de jure sah, namun secara de facto masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi dan kekuatan oligarki yang telah mengakar.
Lebih lanjut, Sutoyo menggambarkan bahwa kondisi politik hari ini telah memasuki era truth decay—pembusukan kebenaran. Narasi-narasi yang beredar dipenuhi oleh manipulasi fakta dan kebohongan yang disengaja demi membangun legitimasi palsu bagi rezim yang ada.
“Institusi-institusi negara berubah menjadi panggung drama absurd. Para pejabat berlomba-lomba tampil penuh simbol, pesta pora, dan euforia, tanpa punya rasa tanggung jawab moral sedikitpun atas keselamatan bangsa,” ujarnya.
Menurutnya, konstitusi Pancasila dan UUD 1945 telah “mati suri”, digantikan oleh logika kekuasaan yang pragmatis dan oligarkis. Setiap upaya untuk mengembalikan Indonesia ke jalur konstitusional dianggap berbahaya dan akan ditekan dengan cara-cara intimidatif.
Sutoyo tak segan menyebut Kabinet Merah Putih sebagai “kerumunan pejabat hobi pesta” yang hanya gemar beretorika. Ia menyebut mereka tidak memiliki komitmen pada kebenaran, justru lihai menciptakan kesan gaduh, narasi palsu, dan pencitraan demi melanggengkan kekuasaan yang dikendalikan oleh “9 Naga Oligarki”.
“Ini bukan era keadilan, melainkan era pembungkaman. Yang bicara benar ditindas, yang tunduk diberi panggung,” katanya.