Firman Soebagyo Harap Revisi UU ASN Cegah Rekrutmen Transaksional dan Kepentingan Politik

Anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo menyoroti berbagai kepentingan serta maraknya transaksi dalam penempatan jabatan ASN (Aparatur Sipil Negara) termasuk proses rekrutmen. Ia khawatir jika budaya transaksional dan sarat kepentingan ini tak dikikis, maka akan berisiko memperburuk performa kepegawaian pemerintah.

“Masalah ASN ini tidak hanya 5 tahun, tetapi sepanjang masa. Sedangkan posisi jabatan itu hanya 5 tahun. Kalau nanti hanya berorientasi pada kepentingan politik, maka akan berisiko untuk yang selanjutnya,” tutur Firman Soebagyo dikutip redaksi Golkarpedia melalui tayangan video Forum Legislasi bertajuk “RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN” pada Selasa (22/4/2025).

Politisi senior Partai Golkar ini mengingatkan dengan mengutip pernyataan mantan Presiden BJ Habibie tentang kemajuan sebuah negara. Bahwa kemajuan sebuah negara itu tergantung bagaimana kualitas sumber daya manusianya. Sehingga mau sekaya apapun sumber daya alam RI, jika SDM tak mumpuni, kita akan sulit mencapai kata kemajuan.

“Saya ingin menggarisbawahi, selalu saya sampaikan di mana-mana bahwa Presiden BJ Habibie dulu selalu menyampaikan dalam pidatonya sebuah negara dan pemerintahan yang berhasil itu bukan karena sumber daya alamnya tapi tergantung kualitas sumber daya manusianya,” tambah Firman yang juga anggota Komisi IV DPR RI ini.

Ia juga menyayangkan saat ini, masih banyak terjadi fenomena proses rekrutmen yang didasarkan pada persoalan like or dislike atau kepentingan politik tertentu sehingga meminggirkan pengabdian, kapabilitas, kapasitas dan profesionalisme. Imbasnya adalah performa kerja yang tak dapat dipertanggungjawabkan.

“Sekarang ini terjadi, bagaimana pergantian eselon itu tanpa ada mekanisme. Ini terjadi di mitra kerja kami. Bahkan orang yang profesor, sudah meniti karir sekian puluh tahun kemudian diganti dengan teman mereka. Kemudian juga ada yang diganti karena satu kolega partai. Ini tidak boleh!” tegas Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.

Lebih jauh, Firman mengkritisi rencana sentralisasi kewenangan terkait pengangkatan dan mutasi ASN yang diwacanakan akan dilimpahkan ke presiden. Menurutnya, wacana tersebut justru berisiko membebani presiden secara administratif dan bertentangan dengan semangat reformasi yang mendorong desentralisasi.

“Kalau semua kewenangan ASN ditarik ke pusat, saya khawatir ini akan membuka ruang baru bagi praktik transaksional, yang selama ini marak di daerah. Jangan sampai korupsi justru bermigrasi ke pusat,” tutup Firman.(Sumber)