News  

Kajian Politik Merah Putih: Prabowo Lupa Janji, Indonesia Terjebak Oligarki

Prabowo Subianto (IST)

Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menurutnya telah jauh bergeser dari semangat perjuangan awal. Sutoyo menyebut konsep “Indonesia Emas 2045” sebagai hayalan yang menutupi realitas kelam yang sedang dihadapi bangsa ini.

Dalam pernyataannya, Sutoyo mengingatkan kembali pidato lantang Prabowo pada 19 Maret 2018 yang kala itu menggemparkan publik. Dalam pidato yang diunggah di akun Facebook Partai Gerindra, Prabowo menyampaikan kekhawatiran atas potensi bubarnya Indonesia pada tahun 2030 berdasarkan kajian dari luar negeri.

“Bahwa hampir seluruh aset dikuasai 1 persen, nggak apa-apa. Bahwa sebagian besar kekayaan kita diambil ke luar negeri, tidak tinggal di Indonesia, tidak apa-apa,” kutip Sutoyo kepada Radar Aktual, Sabtu (3/5/2025), menyoroti keberanian Prabowo kala itu mengkritik keras elit dan sistem ekonomi nasional.

Namun kini, lanjut Sutoyo, setelah resmi menjadi Presiden, retorika Prabowo justru berubah total. Narasi gelap soal masa depan digantikan oleh janji “Indonesia Emas” di tahun 2045. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan pengamat dan pendukung yang sejak awal melihat Prabowo sebagai sosok pembebas dari jeratan oligarki.

“Pidato heroik sebelum jadi Presiden justru telah berbelok arah. Indonesia Emas hanya menjadi imajinasi tanpa dasar. Kalau 2025 saja kita sudah masuk masa krisis, bagaimana bisa kita percaya tahun 2045 akan menjadi masa keemasan?” tanya Sutoyo.

Ia juga mengkritik keras pengaruh besar Presiden sebelumnya, Joko Widodo, yang dianggap berhasil “melalap habis” narasi paradoks Prabowo melalui strategi politiknya. Bahkan, Sutoyo menyebut Wakil Presiden sebagai “anak haram konstitusi” yang dinilai tak sah secara moral dan politik.

Dalam kritiknya, Sutoyo juga menyinggung delapan aspirasi purnawirawan TNI yang disebut telah diabaikan oleh Presiden Prabowo. Di antaranya adalah penolakan terhadap proyek IKN, PSN PIK-2 dan Rempang, serta desakan untuk reshuffle kabinet dari unsur yang masih terikat dengan rezim lama.

“Indonesia bukan sedang menuju masa keemasan, tapi sedang dikendalikan oleh kekuatan oligarki dan asing. Apa yang kita saksikan hari ini adalah kegelapan di balik hayalan ‘Indonesia Emas’,” tutup Sutoyo.