Robert Kardinal Minta Pemerintah Pusat Ambil Alih Sebelum Masyarakat Papua Kecewa Pemekaran

Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Robert J. Kardinal menyatakan kekecewaannya terhadap kondisi infrastruktur dan pelayanan publik di empat provinsi baru hasil pemekaran di Bumi Cenderawasih tersebut.

Menurutnya, hingga kini sarana dasar seperti gedung perkantoran, rumah dinas, dan fasilitas pemerintahan belum juga tersedia.

Ia menjelaskan, saat Undang-Undang Otonomi Khusus dan kebijakan pemekaran provinsi di Papua dibahas bersama pemerintah dan Komisi II DPR RI, telah disepakati pembangunan kantor pemerintahan, DPR Papua (DPRP), Majelis Rakyat Papua (MRP), serta infrastruktur pendukung lainnya akan dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, kenyataannya belum ada kemajuan berarti di lapangan.

“Saya sebagai anggota DPR dari Tanah Papua sangat kecewa dengan para pejabat gubernur yang bertahun-tahun tidak menyiapkan hal tersebut. Harusnya dia sebagai pejabat gubernur menyiapkan itu sampai kepala daerah dan DPR Papua dan MRP terbentuk,” kata Robert dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/5/2025).

Robert menyebut, Papua kini terbagi menjadi enam provinsi, setelah empat provinsi baru dibentuk.

Yakni Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

Namun, pelaksanaan pemekaran di empat provinsi baru itu belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

“Kantor gubernur, DPRP, MRP, kantor dinas, dan seluruh infrastruktur segala macam yang harusnya disiapkan para penjabat gubernur sejak dua tahun lalu, ini belum ada satu pun yang mengerjakan. Ini tentu berimbas kepada pelayanan yang diperoleh masyarakat,” ujarnya.

Sebagai anggota Komisi IV DPR RI, Robert menegaskan, tujuan utama pemekaran adalah mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, terutama orang asli Papua.

Pemekaran juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan distribusi pembangunan di wilayah yang luas dan sulit dijangkau.

“Namun ketika dilaksanakan, ternyata tidak melalui perencanaan yang baik. Ini yang membuat masyarakat Papua kecewa. Pemekaran sama sekali belum berdampak bagi pembangunan di Papua,” katanya.

Selain itu, kata dia, dalam dua tahun sejak resmi berdiri, kantor pemerintahan di keempat provinsi baru belum dibangun.

Kantor-kantor resmi seperti kantor gubernur, DPRP, MRP, hingga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih minim atau bahkan belum ada.

“Kapan mereka bisa langsung kerja, bisa melayani rakyat kalau kantornya saja numpang sana-numpang sini,” kata Robert.

Lebih jauh, ia mempertanyakan sulitnya pelaksanaan pembangunan infrastruktur dasar di provinsi baru tersebut.

Ia juga menyoroti banyaknya kepala dinas yang masih berstatus Pelaksana Tugas (Plt) serta belum jelasnya status kepegawaian ASN.

“Ini persoalan besar. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), terlibat langsung menuntaskan ini,” katanya.

Robert juga menyoroti kekhawatiran jika kondisi ini berlarut-larut, anggaran negara yang seharusnya dialokasikan untuk sektor pendidikan dan kesehatan justru akan habis digunakan untuk pembangunan fasilitas pemerintahan akibat lemahnya perencanaan awal.

“Jadi terkesan kebijakan pemekaran ini, khususnya di Papua tidak sungguh-sungguh. Ngapain ada provinsi baru kalau kantor, aparatur, sampai infrastrukturnya tidak ada,” ujarnya.

Legislator asal Papua Barat Daya itu berharap pemerintah pusat, melalui Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua dapat segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini.

Ia meyakini dengan koordinasi yang kuat antara Wapres, Kemendagri, Kementerian PU, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemekaran dapat segera diatasi.

“Jadi Pemerintah pusat harus ambil alih sebelum masyarakat Papua di 4 provinsi otonomi baru kecewa dengan pemekaran ini,” kata Robert.(Sumber)