Pernyataan mantan Presiden Joko Widodo baru-baru ini menuai sorotan tajam usai menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Jokowi menegaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden 2024 adalah “satu paket”, bukan dua entitas terpisah.
Pernyataan ini tak sekadar pembelaan personal terhadap putranya. Menurut Direktur Eksekutif INFUS, Gde Siriana, dalam unggahannya di akun Instagram @SirianaGde pada Ahad (8/6/2025) dikutip oleh Radar Aktual, Jokowi tengah memainkan narasi lama yang kental dalam sejarah politik Jawa: Tiji Tibeh – Mati Siji Mati Kabeh.
“Tiji Tibeh adalah warisan politik Mataram, slogan Pangeran Sambernyowo alias Mangkunegara I saat melawan Belanda,” ujar Gde. “Dalam konteks politik hari ini, artinya: Kalau satu jatuh, semuanya jatuh.”
Dengan narasi ini, Jokowi tampak hendak mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar tak berpura-pura tak tahu-menahu soal kontroversi Gibran. Pesan tersirat Jokowi jelas: “Bro, loe Presiden sekarang. Jangan cuci tangan.”
Jokowi ingin memastikan publik dan elite politik memahami: jika Gibran dimakzulkan karena dianggap cacat etika atau prosedural, maka Prabowo sebagai mitra politiknya juga ikut bertanggung jawab. Ini bukan solidaritas rakyat seperti era perjuangan Mataram, tapi lebih tepat disebut “Tiji Tibeh ala Elit”.
“Ini bukan lagi soal keadilan, tapi soal mempertahankan kekuasaan. Solidaritas vertikal dan loyalitas ke atas,” lanjut Gde.
Sinyal kuat dari Jokowi ini seolah ingin mengatakan: kalau berani ambil untung politik bersama, maka hadapi badai bersama pula. Jangan ada yang kabur saat badai politik menerpa.
Kini publik menanti: apakah Prabowo akan memilih tetap sepaket, atau justru mulai mengambil jarak? Apakah Tiji Tibeh ini akan menjadi perisai kekuasaan atau boomerang politik di kemudian hari?