Nike, perusahaan sepatu, pakaian, dan perlengkapan olahraga global berbasis di Amerika Serikat telah mencopot brand ambassador yang juga aktivis Australia Grace Tame setelah membagikan sejumlah unggahan pro-Palestina di media sosial.
Grace Tame, aktivis bagi korban kekerasan seksual dan pelari jarak jauh, telah menggunakan platformnya untuk menyuarakan penolakannya terhadap serangan militer Israel di Jalur Gaza, yang telah membuat 54.880 warga Palestina terbunuh sejak 7 Oktober 2023.
Pada Senin (9/6/2025), Nike merilis pernyataan telah menghubungi tim Tame, tetapi tidak menyebutkan alasannya. Kemudian, dalam pernyataan yang diberikan kepada The Daily Mail Australia, Nike mengatakan pihaknya “tidak mendukung segala bentuk diskriminasi, termasuk antisemitisme,” tetapi tidak menjelaskan apa yang memicu keputusan tersebut.
Spekulasi juga muncul setelah pelari tersebut menghapus semua referensi terhadap perusahaan pakaian olahraga tersebut di profil Instagramnya. Tame ditunjuk sebagai duta merek Nike pada Januari dalam kesepakatan senilai US$100.000 atau sekitar Rp1,6 miliar. Ia mengungkapkan kegembiraannya karena dapat bermitra lagi dengan merek tersebut setelah tugas singkat empat tahun lalu.
Pada hari Jumat, Nike secara resmi mengatakan pihaknya telah setuju untuk berpisah dengan Tame, yang dinobatkan sebagai Warga Negara Australia Terbaik Tahun 2021. “Kami mendoakan yang terbaik bagi Grace saat ia melanjutkan perjalanannya dalam berlari,” kata merek tersebut.
Pada bulan Maret tahun lalu, Tame menggunakan media sosial untuk mengungkapkan kesedihannya atas kekejaman di Gaza, menyebut tindakan Israel di wilayah Palestina sebagai genosida, seperti yang disebut banyak organisasi global lainnya.
“Kita menyaksikan genosida yang semakin cepat terjadi di depan mata kita di Gaza, di mana perempuan dan anak-anak yang tidak bersalah menjadi korban sekitar 70 persen dari jumlah korban tewas yang terus meningkat. Banyak dari mereka yang mengaku sebagai pemimpin yang memiliki kekuasaan dan platform untuk bertindak justru tidak berdaya, apatis, atau lebih buruk lagi, membantu dan bersekongkol,” tulisnya, dalam sebuah postingan mengecam ketidakadilan yang dihadapi perempuan pada Hari Perempuan Internasional 2024.
Tame juga telah membuat beberapa seruan menuntut gencatan senjata di Gaza yang dilanda perang serta menandatangani petisi global yang dipelopori Oxfam pada November 2023.
Pada bulan Mei, pelari dan aktivis tersebut berbicara di depan umum untuk pertama kalinya tentang Palestina. Ia berpidato selama acara yang diselenggarakan Jaringan Advokasi Palestina Australia (APAN). “Empati seharusnya tidak memiliki batas,” katanya di acara tersebut.
Pada bulan yang sama, ia juga mengambil bagian dalam forum Feminisme di Masa Gaza bersama penulis dan aktivis Randa Abdel-Fattah, Presiden APAN Nasser Mashni, dan aktivis lainnya.
Minggu ini, Tame juga membagikan kutipan dari Greta Thunberg, aktivis iklim Swedia saat berada di atas kapal Freedom Flotilla dengan harapan mencapai Gaza dan memberikan bantuan sekaligus untuk mematahkan blokade Israel.
Pada bulan Januari tahun ini, Tame menjadi pusat kontroversi di negara asalnya, Australia, setelah ia tampil di depan publik bersama Perdana Menteri Anthony Albanese sambil mengenakan kaus bertuliskan slogan “F**k Murdoch,” yang merujuk pada tokoh media terkemuka Rupert Murdoch.
Dalam keterangan fotonya di Instagram, ia menyorot apa yang ia gambarkan sebagai “para oligarki korporat supremasi kulit putih kaya raya yang merusak planet kita, mendanai genosida, dan perang serta kehancuran”.(Sumber)