Pihak pengelola Terminal Tipe A Arjosari tengah terus melakukan pendataan ulang seluruh juru panggil penumpang (jupang) dan mandor bus yang beroperasi di terminal dan berjalan masih 60 persen.
Kegiatan ini merupakan buntut dari insiden pengeroyokan yang menimpa seorang perwira Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL), Letda Laut (PM) Abu Yamin, beberapa waktu lalu.
Kepala Terminal Arjosari, Mega Perwira Donowati, mengatakan, proses verifikasi data saat ini telah mencapai 60 persen.
Pihaknya tengah mengumpulkan dan memverifikasi surat tugas resmi dari setiap Perusahaan Otobus (PO) sebagai bukti legalitas para jupang dan mandor.
“Data kami sudah ada, tinggal mengumpulkan bukti dari perusahaannya. Ini sudah berjalan kurang lebih 60 persen,” kata Mega, Kamis (3/7/2025).
Menurut data akhir tahun 2024, terdapat 45 jupang dan mandor resmi yang tercatat.
Namun, angka ini sedang dikroscek kembali di lapangan untuk memastikan validitasnya.
Hal ini untuk mengantisipasi adanya penambahan atau pengurangan personel karena faktor usia atau sudah tidak aktif lagi.
Mega menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berkompromi terkait kelengkapan administrasi.
Jupang dan mandor yang tidak dapat menunjukkan surat tugas resmi dari perusahaan akan dilarang beraktivitas di dalam terminal.
“Meski orang lama, tetapi kalau enggak ada surat tugas dari perusahaan, silahkan keluar. Saya tidak mau berkompromi untuk hal itu,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa instruksi untuk melengkapi identitas diri, berupa surat tugas bagi jupang dan kewajiban rompi bagi pedagang asongan, sebenarnya telah disampaikan sejak Mei 2025, jauh sebelum insiden pengeroyokan terjadi.
Namun, implementasinya belum maksimal.
Pihak terminal menargetkan proses pendataan ulang ini akan rampung secepatnya.
“Targetnya secepatnya, pertengahan bulan ini (Juli) insya Allah, atau paling lambat akhir bulan ini pendataan jupang mandor selesai,” kata Mega.
Saat ditanya mengenai kriteria untuk menjadi jupang atau mandor, Mega menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan penuh masing-masing perusahaan otobus.
“Kalau itu, perusahaan yang tahu, bukan dari kami. Kami tidak bisa intervensi,” tutupnya.(Sumber)