Demokrat: Tak Ada Urgensi Ubah Masa Jabatan Presiden Jadi 3 Periode

Syarif Hasan, Wakil Ketua MPR RI Fraksi Partai Demokrat

Wakil Ketua MPR Fraksi Demokrat, Syarief Hasan menanggapi wacana perubahan masa jabatan presiden dalam amandemen UUD 1945. Menurutnya, masa jabatan Jokowi menjadi tiga periode masih terlalu jauh dibicarakan.

“Pertama, kita baru menyelesaikan badan kajian. Jadi, ini baru dalam taraf penyempurnaan menyelesaikan lembaga yang akan mengkaji. Jadi, masih terlalu jauh,” kata Syarief di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat 22 November 2019.

Dia menambahkan para pimpinan-pimpinan MPR juga sedang bertemu dengan para tokoh masyarakat serta tokoh parpol. Bahkan, akan ada roadshow ke beberapa daerah soal amandemen ini.

“Enggak tahu (usulan presiden 3 periode), itu mungkin selentingan saja tapi yang jelas itu tidak merupakan salah suatu dari agenda,” kata Syarief.

Terkait konstituen Demokrat, ia mengklaim belum ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Apalagi amandemen ini sifatnya terbatas. “Jadi, tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden,” ujar Wakil Ketua Umum Demokrat itu.

Menurutnya, tak ada urgensi mengubah masa jabatan presiden. Masa jabatan presiden dua kali dan dipilih setiap lima tahun seperti saat ini dinilai sudah tepat. “Ya, tidak urgensinya dan belum ada pikiran untuk sampai sejauh itu,” tutur Syarief.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan ada dua usulan perubahan masa jabatan presiden yang diatur dalam UUD 1945. Pertama, masa jabatan presiden cukup satu kali. Namun, jabatan satu kali ini dengan durasi kepemimpinan delapan tahun.

Lalu, usulan kedua, jabatan presiden bisa tiga kali sehingga total durasi kepemimpinan mencapai 15 tahun. Adapun saat ini masa jabatan presiden dua kali yang tertuang dalam Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen.

Bunyi pasal tersebut yaitu: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”

“Hanya kalau yang sekarang itu dua kalinya dua kali saklek gitu kan. Artinya kalau dulu ‘dapat dipilih kembali’ itu kan maknanya dua kali. Kalau ini kan hanya dapat dipilih satu kali masa jabatan lagi.”

Kemudian ada yang diusulkan menjadi tiga kali (masa jabatan),” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 November 2019. {vivanews}