Kasus Suap Lamteng, KPK Curigai Dugaan Aliran Dana Ke PKB

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tersangka Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah periode 2016-2021 membayar mahar politik sebagai calon gubernur Lampung ke DPW PKB Provinsi Lampung dengan menggunakan uang suap.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik terus melakukan pengembangan atas kasus dugaan suap pengurusan proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah (Pemkab Lamteng).

Termasuk dugaan penerimaan gratifikasi dengan tersangka Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah periode 2016-2021. Menurut Febri, ada sejumlah hasil yang signifikan yang ditemukan penyidik dari pengembangan.

Di antaranya, tutur Febri, penyidik menemukan fakta dan bukti-bukti pendukung bahwa dari uang suap dan gratifikasi yang diterima Mustafa diduga dipakai Mustafa untuk membayar mahar politik saat dia maju sebagai calon gubernur Lampung pada Pilkada Serentak 2018.

Dugaan pembayaran mahar politik tersebut di antaranya disetorkan Mustafa ke Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB Provinsi Lampung.

“Penyidik menemukan ada dugaan aliran dana tersangka MUS untuk mahar politik ke DPW PKB. Berapa miliar jumlahnya, saya belum bisa pastikan. Karena saya belum terima informasi dari penyidik,” ujar Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (24/11/2019).

Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, pada Jumat (22/11/2019) penyidik memeriksa dua orang saksi untuk kasus dugaan penerimaan suap tersangka Mustafa.

Keduanya yakni Ketua Dewan Syuro DPC PKB Tulang Bawang KH Muslih Zein dan Ketua Dewan Syuro DPC PKB Pesawaran KH Jumal. Selain itu, ada dua saksi lain yang diagendakan pada Jumat itu tapi tidak hadir.

Keduanya adalah Ketua Dewan Syuro DPC PKB Pringsewu KH Muhlas dan PNS Dinas Bina Marga Pemkab Lamteng Hendi Setia Jaya.

“Terhadap dua orang saksi yang hadir diperiksa (KH Muslih Zein dan KH Jumal), penyidik KPK mendalami pengetahuan saksi tentang aliran dana untuk mahar politik dari Mustafa ke DPW PKB Lampung saat ada rencana Pilgub Lampung 2018 lalu,” bebernya.

Febri menuturkan, untuk kepentingan pendalaman atas aliran dana mahar politik ke DPW PKB itu maka penyidik juga telah memeriksa Sekretaris DPW PKB Lampung Okta Rijaya.

Menurut Febri tidak jadi masalah ketika disebutkan bahwa Mustafa maju menjadi calon gubernur tidak mendapatkan rekomendasi dan tidak diusung DPW PKB Lampung.

“Yang kami dalami adalah dugaan pemberian uang untuk rencana pencalonan tersangka MUS sebagai bakal calon gubernur Lampung pada Pilkada 2018 dari PKB,” tegasnya.

Diketahui pada Pilkada Serentak 2018, Mustafa berpasangan dengan calon wakil gubernur Ahmad Jajuli. Pasangan Mustafa-Jajuki diusung tiga partai yakni Partai NasDem, Partai Hanura, dan PKS.

Dukungan dari Partai NasDem karena Mustafa merupakan Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Lampung saat itu. Sedangkan DPW PKB secara resmi mengusung Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim sebagai calon gubernur-calon wakil gubernur.

Febri melanjutkan, dalam penyidikan kasus ini penyidik juga telah memeriksa mantan Wakil Bupati Lampung Utara sekaligus Ketua DPD Hanura Provinsi Lampung saat itu Sri Widodo dan mantan Bupati Lampung Timur yang kini Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik sebagai saksi.

Saat pemeriksaan terhadap Widodo, penyidik mendalami dan mengonfirmasi pengetahuannya tentang sumber dana dan aliran dana dari Mustafa untuk kepentingan Pilgub Lampung.

“Diduga sumber uang mahar politik dan untuk kepentingan Pilgub Lampung tersangka MUS adalah dari pihak rekanan di Lampung Tengah,” ucapnya.

Sebelumnya Mustafa ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengurusan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Lamteng dan penerimaan gratifikasi kurun 2017-2018. KPK menduga, Mustafa menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp95 miliar.

Keseluruhan uang diduga merupakan ijon proyek-proyek yang berasal dari para rekanan di lingkungan Pemkab Lamteng. Untuk memuluskan penerimaan tersebut, Mustafa mematok harga fee 10 hingga 20 persen dari nilai proyek.

Dalam perkara suap, KPK juga telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pemberi suap kepada Mustafa. Keduanya yakni pemilik PT Sorento Nusantara (SN) Budi Winarto alias Awi dan pemilik PT Purna Arena Yudha (PAY) Simon Susilo.

Awi memberikan suap Rp5 miliar dan Simon menyerahkan Rp7,5 miliar.Pada Senin, 11/11/2019, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Awi dan Simon dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.

Selain penerimaan suap dan gratifikasi, Mustafa telah menjadi terpidana pemberi suap Rp9,659 miliar ke sejumlah pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Lamteng. Suap dari Mustafa untuk dua kepentingan.

Pertama, persetujuan DPRD terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lamteng ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI, Persero) sebesar Rp300 juta.

Kedua, penandatangan surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lamteng jika terjadi gagal bayar. {sindonews}