Munas Golkar Aklamasi, Kembali Ke Zaman Orde Baru?

Munas X Partai Golkar

Mundurnya Bambang Soesatyo atau Bamsoet dari kontestasi perebutan calon Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) X akan memunculkan banyak penafsiran.

Termasuk akankah Ketum Golkar dipilih secara aklamasi, mengingat hanya dia dengan Airlangga Hartanto yang bersaing sangat ketat menduduki Golkar-1.

Kendati belum ada pemberitahuan secara resmi, Ketua Pelaksana Munas Golkar Adies Kadir mengatakan pihaknya akan tetap menunggu surat resmi pengunduran diri Bamsoet untuk menjawab isu yang berkembang tersebut.

“Kalau musyawarah mufakat dan tidak ada calon yang maju, berarti kan otomatis itu aklamasi. Tidak ada pemilihan, aklamasi,” kata Adies di lokasi Munas Golkar di The Ritz Carlton Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Desember 2019.

Alasan Bamsoet Mundur

Sebelumnya Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo memutuskan mundur dari bursa perebutan ketua umum partai berlambang beringin usai bertemu petahana Airlangga Hartarto dan dua politikus senior Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan serta Aburizal Bakrie.

“Berat bagi saya untuk mengambil. Tetapi, demi persatuan dan kesatuan Partai Golkar, saya ambil keputusan pahit ini,” katanya, saat menyampaikan pernyataan kepada wartawan, di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2019.

Bamsoet menyebutkan, setidaknya ada empat faktor yang mendasari keputusannya untuk mundur dalam Munas X pemilihan ketua umum.

Pertama, kata dia, mencermati perkembangan situasi menjelang Munas yang semakin memanas dan jika dipaksakan berpotensi mengakibatkan perpecahan.

Kedua, perlunya situasi politik yang kondusif untuk menjaga situasi nasional dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dari berbagai ancaman global.

“Ketiga, nasihat dari para senior, termasuk Pak Yapto (Ketua Umum Pemuda Pancasila), Pak Pontjo (Ketua Umum FKPPI), dan Pak Bobby (Plt Ketua Umum Soksi),” ujarnya, seperti diberitakan Antara.

Dia melanjutkan, keempat, adanya semangat rekonsilasi yang telah disepakati bersama antara tim Bamsoet dan Airlangga Hartarto, sehingga tercipta suasana teduh dalam Munas.

“Inilah pengorbanan saya untuk menjaga keutuhan kita, dan menjaga komitmen Partai Golkar terhadap negara terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin,” ucapnya.

Luhut Dituding Sampaikan Pesan Jokowi 

Loyalis Bamsoet, Ahmadi Noor Supit mengaku pada Selasa pagi, 3 Desember 2019, sempat mendampingi Bamsoet untuk bertemu Airlangga Hartarto yang juga didampingi Nusron Wahid.

Sementara itu Airlangga didampingi Agus Gumiwang dan dua tokoh senior Golkar beserta seorang utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Ada utusan presiden di sana. Saya kira, clear-nya di sana dan Pak Luhut sebagai senior Partai Golkar, ketemu dengan Aburizal Bakrie, tapi clear-nya (rekonsiliasi) sudah di tempat bersama Pak Airlangga-nya tadi pagi,” ujar Supit, Selasa, 3 Desember 2019.

Senior Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan langsung membantah tudingan adanya tekanan politik mengenai pengunduran diri Bamsoet dari Munas X yang berlangsung 3-6 Desember 2019.

“Ah, nenekmu bilang. Siapa yang mau tekan-tekan? Ini kan negara demokrasi,” kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa, 3 Desember 2019.

Selain itu, Luhut tidak membenarkan kabar adanya pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua MPR RI Bamsoet sebelum dirinnya mengundurkan diri. “Enggak ketemu Presiden. (Bamsoet mundur karena) arahan kami aja itu (kader senior) Golkar,” kilahnya.

Senior Partai Ingin Aklamasi

Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung mendukung pemilihan ketua umum partai berlambang beringin periode 2019-2024 dalam Musyawarah Nasional (Munas) X Partai Golkar 2019 dilakukan dengan cara musyawarah mufakat atau aklamasi.

Akbar menanggapi isu soal sejumlah nama mundur dari perebutan calon ketua umum Partai Golkar. Dari situasi itu maka kemungkinan besar pemilihan ketum akan dilakukan secara aklamasi.

“Musyawarah mufakat untuk mengambil suatu keputusan itu sih normal, dan kalau memang ada musyawarah mufakat itu lebih baik,” kata Akbar di lokasi Munas Golkar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Desember 2019.

Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar itu mengatakan ada aliran dukungan deras menuju petahana Airlangga Hartarto dalam perebutan kursi ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024. Dia menilai, banyak perbincangan soal Airlangga kembali menempati kursi Golkar-1 jelang Munas.

“Yang saya tangkap dari pembicaraan-pembicaraan para peserta, termasuk dari DPD arahnya lebih memilih kepada saudara Airlangga, termasuk dari kami dewan-dewan,” ujarnya.

Akbar yakin Airlangga dapat mempertahankan posisinya sebagai ketua umum partai berlambang beringin sepeninggal Setya Novanto yang terbelit kasus korupsi. Golkar ketika dipimpin Airlangga, kata Akbar, juga tidak jalan di tempat.

“Dalam konteks itu, memang saya mengira bahwa Bapak Airlangga dari sisi kepemimpinannya, bagaimana dia memimpin Partai Golkar dalam kurun waktu yang begitu singkat hanya sekitar satu tahun dapat mempertahankan Golkar,” katanya.

Melihat itu, Akbar optimis Partai Golkar dapat meraih suara maksimal saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 jika Golkar-1 dikomandoi Airlangga. “Saya yakin bahwa Golkar pun Insha Allah naik suaranya nanti, kembali menjadi pemenang,” ujarnya.

Kembali ke Zaman Soeharto

Sejarah Partai Golkar dimulai sejak berdirinya Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964. Hingga akhirnya, Golkar kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk menancapkan kekuasaanya hingga hampir 32 tahun.

Saat itu, Soeharto menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1970 berisi larangan untuk semua pegawai negeri termasuk anggota ABRI terlibat dalam kegiatan partai politik dan menuntut loyalitas tunggal terhadap pemerintah.

Setahun kemudian, Sekber Golkar menjadi Golkar yang mengakomodir para perwira ABRI (TNI-Polri), Birokrat atau pejabat dan golongan atau dulu disebut ABG.

Perolehan suara Golkar dalam setiap Pemilu selalu keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara lebih dari 60 persen pada pemilu 1971.

Selama orde baru berkuasa, persaingan internal Golkar nyaris semua bisa diredam oleh Soeharto. Semua pimpinan Golkar merupakan hasil restu dari Istana, termasuk Harmoko, orang sipil pertama yang menjadi Ketum Golkar pada 1993-1998.

Meski saat itu, banyak yang meragukan Harmoko, namun karena itu merupakan keputusan istana, maka tidak ada yang bisa berbuat banyak termasuk Panglima Kopkamtib periode 1971-1974 Jenderal Soemitro yang tidak suka terhadap Harmoko karena dinilai oportunis.

Munas Golkar Hawanya Sejuk

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya mengungkapkan perasaannya saat memasuki ruangan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar X. Dia merasakan aura sejuk dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa malam, 3 November 2019.

Kesejukan yang Jokowi maksud adalah mengenai mundurnya Bambang Soesatyo yang sebelumnya digadang-gadang bakal bersaing ketat dengan Airlangga Hartarto dalam bursa pemilihan Calon Ketua Umum (Caketum) Golkar periode 2019-2024.

“Saya tadi masuk pintu ruangan ini hawanya sudah kelihatan sejuk gitu, sejuk. Saya yakin meskipun ac-nya dimatikan tetap sejuk. Karena tadi sudah disampaikan Pak Airlangga (Bamsoet mundur),” kata Jokowi. {tagar}