News  

Faisal Basri: Ongkos Lockdown 2 Minggu Lebih Murah Dari Wabah Corona Kian Menyebar

Wabah corona masih menjadi momok bagi masyarakat. Apalagi semakin hari, jumlah penderita positifnya semakin banyak.

Sampai hari ini total penderita positif mencapai 686 kasus, dengan penderita yang meninggal mencapai 55 dan yang sembuh 30 orang.

Wacana lockdown atau penguncian kencang dihembuskan meski banyak pula yang menolaknya.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas TV pada Minggu (22/3/2020), Ekonom Senior, Faisal Basri mengungkapkan bahwa dirinya setuju jika diadakan lockdown terbatas.

Mulanya, Faisal mengakui bahwa persebaran virus yang berasal dari Wuhan, China itu sangat cepat. Karenanya, ia menegaskan, perlu untuk menekan persebaran virus tersebut.

“Intinya yang kita inginkan adalah persebarannya bisa kita kendalikan semaksimal mungkin,” kata Faisal.

Faisal lantas menyinggung banyak negara yang memilih untuk lockdown agar penyebaran Virus Corona tak meluas. Faisal menilai itu dilakukan lantaran negara-negara itu tak ingin mengambil risiko sekecil apapun.

Sebagaimana diketahui, beberapa negara yang memilih lockdown di antaranya Italia, Prancis, hingga Spanyol.

“Pengalaman di hampir semua negara yang mengalami beda-beda. Tapi lebih banyak yang melakukan lockdown karena tidak ingin ada risiko sekecil apapun wabahnya meluas luar biasa.”

“Dan lockdown itu kan pada umumnya dilakukan dua minggu. Diharapkan ongkosnya itu jauh lebih murah ketimbang ongkos kalau menularnya itu tak terperikan,” jelasnya.

Terkait hal tersebut, Faisal menilai, perlu bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan lockdown terbatas di daerah-daerah tertentu.

“Saya lebih setuju lockdown dalam arti terbatas, di kota-kota tertentu yang datanya jelas,” lanjutnya. Namun, paparnya, lockdown harus dilakukan di daerah yang memiliki data Virus Corona jelas.

Ia menilai, data Virus Corona di Indonesia sejauh ini masih kurang jelas. “Nah ada masalah juga, saya sampai sekarang enggak dapatkan data (terkait Corona) yang mudah untuk dipahami. Kalau data dunia rinci,” ujar Faisal.

“Data Indonesia susahnya minta ampun. Data korban per hari, data yang kritis berapa. (Data memang dijumpa perskan -red), tapi tidak ada seperti kita melihat untuk keseluruhan itu,” ungkapnya.

Saat ditanya apakah pemerintah terkesan tertutup, Faisal tak langsung menjawab. Ia hanya membandingkan otoritas yang dibentuk pemerintah saat terjadinya tsunami Aceh pada 2004 silam. “Artinya tertutup mengatakan?” tanya presenter.

“Belum ada itu yang masih dikatakan, belum ada di mata saya itu kalau darurat, presiden membuat sejenis apa yang agak mirip yang terjadi waktu tsunami,” ujar dia.

Menurutnya, meski Gugus Tugas Penanganan Virus Corona sudah dibentuk dengan Doni Monardo sebagai kepalanya, hal tersebut masih kurang maksimal.

Kewenangan Doni Monardo disebut tak sebesar yang dimiliki Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat menangani bencana tsunami. “Otoritas khusus, kalau saya tidak salah Pak JK pemimpinnya.”

“Pak Doni pekewuh (tidak enakan -red) bener gitu, karena menurut saya kewenangan yang dia miliki tidak cukup,” kritiknya.

Pada kesempatan yang sama, Faisal mengungkapkan bahwa dirinya tak yakin Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bisa memimpin masalah Virus Corona di Indonesia.

Bahkan, Faisal menilai Menkes Terawan Agus Putranto sendiri masih bermasalah. Mulanya, Faisal Basri membayangkan banyak pemimpin yang bisa menenangkan warga karena kepanikan yang melanda.

Lalu ia membandingkan dengan Menteri Kesehatan Terawan yang dianggap tak bisa memimpin penanganan Virus Corona.

“Bagaimana mungkin Menteri Kesehatan bisa memimpin ini atau menjadi bagian dari solusi karena dia bagian dari masalah,” ungkap Faisal.

Faisal Basri menilai Menkes Terawan masih bermasalah karena kaitannya dengan Dokter berpangkat Letnan Jenderal TNI itu dipecat oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) .

Sebagaimana diketahui, Terawan dipecat oleh IDI pada 2018. Sehingga, akan aneh jika nanti Terawan mengepalai orang-orang yang pernah memecat menteri 55 tahun tersebut. “Dia pernah dinonaktifkan oleh IDI karena prakteknya melanggar kode etik.”

“Jadi bagaimana dia mengomadani anak buahnya yang pernah menghukum dia. Jadi harus cair ini,” ungkap Faisal Basri.

Terkait wacana lockdown, Faisal menilai Indonesia siap melakukannya. Namun yang dimaksud bukan penutupan secara total. “Sangat siap saya rasa untuk saya setuju dengan Mas Imam, terbatas.”

“Kan ini bukan larangan jadi misalnya kalau dia mau melintas dari Depok ke Jakarta misalnya itu diperiksa suhunya, kita tidak bisa memeriksa lockdown dalam artian itu.”

“Kemudian mau melewati satu daerah ada kebutuhan keperluannya, gitu, gitu enggak larangan total,” jelasnya.

Saat ditanya dampak lockdown bagi ekonomi, Faisal mengatakan bahwa hal itu bisa dihadapi dengan kebijakan fiskal. “Ini menghadapi perang, fiskal enggak bisa turunkan suku bunga BI itu.”

“Jadi kalau kurang uang minta parlemen atau bisa Presiden bikkin Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) agar defisit bisa tiga persen, ini kan darurat untuk membantu rakyat yang paling terdampak,” sambungnya. [grid]