Politisi PDIP Ancam Bongkar Aib Najwa Shihab Jika Tak Minta Maaf ke DPR

Anggota DPR RI Arteria Dahlan meminta presenter Najwa Shihab untuk minta maaf secara institusional kepada DPR atas kritik yang dilayangkan. Arteria mengatakan, banyak hal yang disampaikan oleh Najwa Shihab yang cenderung provokatif dan tidak benar.

“Saran saya secara pribadi, selaku anggota Komisi III, selaku anggota Badan Legislasi, dan selaku Deputi Penerangan Umum Satgas Lawan Covid-19 meminta Najwa minta maaf,” kata Arteria dalam keterangan tertulis, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/5/2020).

“Ini kan statementnya sudah dikonstruksikan dan disengaja benar-benar untuk memfitnah dan menista pribadi maupun anggota DPR,” lanjut dia.

Arteria menilai, pernyataan yang dilayangkan Najwa Shihab memiliki konsekwensi hukum yang serius. Terlebih lagi, pernyataan tersebut disampaikan di tengah kondisi negara yang sedang berkutat dengan penanganan pandemi Covid-19.

“Saya yakin banyak yang disampaikan Najwa juga belum tentu benarnya. Tapi kan mereka malas menanggapinya dan mempermasalahkan. Saya ingatkan bahwa kesabaran orang ada batasnya, jangan sampai merasa diri berparas cinderella berhati malaikat seperti enggak punya aib dan dosa,” ujar dia.

“Sadarlah sebelum terlambat. Perbaiki diri. Apa perlu kita umbar ke publik aib dan dosa serta moralmu? Apa perlu jalur hukum yang akan menjadi penentu hidupmu?” lanjut dia.

Sebelumnya, melalui sebuah video yang tersebar, Najwa mengkritik kinerja DPR di masa pandemi Covid-19.

Sebab, pada saat banyak parlemen negara lain fokus melawan penyebaran Covid-19, DPR justru terkesan mencuri kesempatan membahas RUU kontroversial, seperti RUU Cipta Kerja, RUU Pemasyarakatan, dan RKUHP.

“Membahas UU yang menyangkut hajat hidup orang banyak di masa seperti sekarang ini terlalu mengundang curiga. Di tengah pandemi, yang jatuh cinta saja berani menunda nikah. Ini kok DPR buru-buru banget seperti lagi kejar setoran?” ucap Najwa.

“Setiap tindakan dan keputusan di masa kritis mencerminkan prioritas. Atau memang inikah prioritas wakil-wakil rakyat kami sekarang ini?” imbuh dia.

Najwa menegaskan, tidak ada satu pun RUU yang tidak penting. Namun, ketika negara tengah menghadapi kondisi kritis seperti saat ini, seharusnya DPR dapat membuat skala prioritas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Justru karena semua UU penting, aneh kalau pembahasannya diseriusi di waktu sekarang. Saat dimana perhatian dan konsentrasi kita terkuras bertahan hidup di tengah wabah,” ujar Najwa.

“Jika ngotot melakukan pembahasan, jangan salahkan bila ada anggapan DPR tidak menjadikan perang melawan corona sebagai prioritas,” imbuh dia.

Najwa Shihab juga mengingatkan bahwa hingga kini belum ada mekanisme yang mengatur pembahasan RUU secara virtual.

Sehingga, ketika sebuah produk dihasilkan secara virtual, maka berpotensi cacat hukum dan rawan digugat hasilnya.

Protes karena tidak dipanggil ‘Yang Trhormat’

Pada 2017, Arteria Dahlan pernah protes kepada KPK gara-gara tak dipanggil dengan sebutan ‘Yang Terhormat’. Ia justru membandingkan dengan sikap Tito Karnavian yang memanggil KPK dengan sebutan ‘Yang Mulia’.

Protes Arteria Dahlan terjadi saat rapat kerja antara Komisi III dengan pimpinan KPK digelar di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, pada Senin (11/9/2017).

Arteria Dahlan yang berada di Komisi VIII mendapatkan tugas untuk mengikuti rapat di Komisi III. Pria 44 tahun tersebut melayangkan protes kepada lima pimpinan KPK setelah diberi kesempatan bicara.

Kelima pimpinan KPK diprotes lantaran tak menyebut anggota DPR dengan panggilan ‘Yang Terhormat’. Saat pimpinan KPK menjawab serta memberi penjelasan, Arteri Dahlan menilai tak ada suasana kebangsaan.

“Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan ‘Yang Terhormat’,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

Arteria menilai, pimpinan KPK sepantasnya memanggil anggota DPR dengan sebutan ‘Yang Terhormat’ selama rapat.

Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara tersebut membandingkan sikap KPK dengan sikap Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.

Bahkan Jokowi juga disebut memanggil anggota DPR dengan sebutan ‘Yang Terhormat’.

“Malahan Pak Tito memanggil kita kadang dengan sebutan ‘Yang Mulia’. Ini pimpinan KPK sejak tadi enggak ada yang memanggil kita dengan sebutan ‘Yang Terhormat’,” tambahnya.

Permintaan Arteria Dahlan tersebut kemudian dikabulkan oleh pimpinan KPK.

Perdebatan Arteria Dahlan dan Emil Salim

Sebelumnya, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Arteria Dahlan, terlibat perdebatan dengan Prof. Dr. Emil Salam di acara Mata Najwa Trans7, Rabu (9/10/2019) malam.

Sayangnya, Arteria Dahlan kerap memakai kata-kata yang dianggap terlalu vulgar kepada Prof. Dr. Emil Salim.

Saat ini mungkin nama Prof. Dr. Emil Salim kurang populer. Namun di masa lalu, Emil Salim adalah seorang menteri di era Orde Baru, sejak 1971-1993.

Emil sudah memegang jabatan menteri, namun yang melekat di dirinya adalah Menteri Lingkungan Hidup.

Saat ini, Prof. Dr. Emil Salim adalah Guru Besar Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Dalam tayangan ‘Mata Najwa’ di TRANS7, Rabu (9/10/2019) Arteria Dahlan dan Prof. Emil Salim menjadi narasumber acara tersebut.

Mulanya, Arteria Dahlan menanggapi ucapan Emil Salim yang dipanggilnya Prof itu soal UU KPK hasil revisi melemahkan KPK itu sendiri. Ia menyoroti soal berhasil atau tidaknya KPK dalam melakukan tugasnya.

“Prof saya ingin katakan pelemahannya di mana, berhasil atau tidak berhasilnya KPK Prof, yang tahu itu kami,” ujar Arteria.

“Kenapa begitu? Begitu 2015 kepilih, dia buat grand design, dia buat role map, isinya janji-janji apa yang dia kerjakan,” tambah Arteria.

Disinggungnya bahwa tak ada publik yang tahu apa yang telah dilakukan KPK. Menurutnya ada banyak tugas yang dilewatkan oleh KPK.

“Publik ini enggak tahu, publik ini terhipnotis dengan OTT-OTT (operasi tangkap tangan), seolah itu hebat. Padahal janji-janjinya KPK itu banyak sekali di hadapan DPR yang kita katakan itu 10 persen pun belum tercapai ya Prof,” katanya.

Emil Salim lantas menyakan mengenai banyaknya politisi yang masuk penjara sebagai bukti keberhasilan KPK. “Apa semua ketua partai yang masuk penjara, apa itu tidak bukti keberhasilan KPK,” ungkap Emil Salim.

Arteria kemudian mengatakan KPK tak hanya melakukan penindakan. “Lho, dengan segala hormat saya sama Profesor, Profesor bacalah tugas fungsi KPK tidak hanya melakukan penindakan,” jawab Arteria.

“Tapi hukum telah dijatuhkan,” kata Emil Salim.

Sementara itu Arteria meneruskan bahwa ada tugas KPK lain seperti koordinasi, supervisi monitoring dan sebagainya. “Bagaimana penindakannya, bagaimana supervisi monitoringnya, koordinasi, ini kan tidak dikerjakan Prof,” sebut Arteria.

“Kemudian yang kedua saya ingin katakan untuk dewan pengawas, saya ingin sampaikan biar Prof juga jelas. Kita bicara hukum sama ahli hukum, bicara pidana korupsi sama pidana korupsi. Bukan saya mengdiskreditkan Prof,” paparnya.

Ia lantas mengatakan bahwa ada sejumlah peristiwa yang terjadi oleh KPK. “Biar enggak kaya begini Prof, berita hasil rampas emas batangan diambil seolah ada titel KPK, kemudian uang dirampas tapi ternyata enggak masuk ke kas negara. Ini gunanya dewan pengawas,” sebut Arteria.

Dirinya kemudian menunjuk kepada seorang di kursi penonton dan memintanya berdiri. “Itu ada buktinya, berdiri sini, ini buktinya ke mana uang itu,” kata Arteria menunjuk seseorang di belakang kamera.

Najwa Shihab lantas bertanya siapa yang dimaksudnya.

“Siapa? Anda menujuk ke siapa? Anda nunjuk ke siapa? Anda nunjuk penonton saya,” tanya Najwa Shihab.

“Kau ke sini, sini, berdiri sini,” cetus Arteria meminta seorang yang ditunjuknya naik ke panggung. Najwa yang melihat hal itu lantas menghentikan seseorang dari kursinya.

“Sebentar, saya yang berhak menunjuk orang untuk naik ke panggung saya. Tunggu dulu di situ Bapak, saya akan cek dulu Anda siapa karena tidak sembarangan orang masuk. Saya akan cek Anda siapa. Silakan dilanjutkan,” kata Najwa Shihab.

Arteria kemudian mengaku mengetahui ada kejadian saat KPK yang disebutnya gadungan meminta sejumlah harta kepada orang yang akan diperiksanya.

“Bicarakan KPK gadungan, ternyata pada saat pemeriksaan itu Prof semua orang dipanggilin, ‘Kamu mau dipanggil apa enggak dipanggil, kalau enggak mau dipanggil, serahin harta kamu’ tiba-tiba begitu ketahuan dan ketangkep dia bilang itu KPK gadungan,” paparnya.

“Padahal bukan KPK gadungan, namanya saya sebutin ada semua. Nah Prof orang Sumatera Barat, Rp 6 triliun, dana bencana, kemudian juga masalah KONI, pasar, enggak pernah diangkat, kenapa?”

“Ada banyak lagi, serah terima kelapa sawit, motor-motor besar, siapa yang menerimanya, tanyakan sama beliau. Kita tidak boleh menutup mata,” tambahnya.

Salim lalu angkat bicara bahwa ada laporan yang telah dilakukan oleh KPK setiap tahun. {tribun}