PKS Desak Jokowi Terbitkan Perpres Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, medesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan Perpres tentang pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pasalnya, jika Perpres tersebut belum dikeluarkan, BPJS Kesehatan tidak akan merealisasikan keputusan MA tersebut.

“Kita sudah rapat dengan BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan DJSN. Kita mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan Perpres yang mencabut, mengubah Perpres sebelumnya dan melaksanakan keputusan MA,” ungkap Kurniasih Mufidayati dikutip dari RRI pada Senin (4/5/2020)

“Seharusnya sudah berlaku sejak 1 April 2020,” tambahnya.

Menurutnya, pembatalan eksekusi Keputusan MA Nomor 7P/ HUM/ 2020 kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlarut larut ini sangat membebani rakyat ditengah kondisi pandemi saat ini.

“Kita sayangkan masalah pemenuhan hak rakyat ini kok berbelit hanya terkendala urusan birokrasi regulasi,” tegasnya.

Mufida mengungkap BPJS sudah menerima surat terkait keputusan MA pada 31 Maret 2020. Kemudian ada laporan dari banyak masyarakat iuran untuk Mei masih menggunakan tarif yang sudah dinaikkan.

Artinya, kata dia, sudah dua bulan Keputusan MA belum dijalankan oleh Pemerintah yang tak kunjung mengeluarkan Perpres.

“Ada hak peserta yang dirugikan karena per 1 April seharusnya menggunakan harga iuran lama tapi sampai tagihan Mei masih ditagih dengan iuran yang naik,” jelas Kurniasih Mufidayati.

“Kalau Pemerintah beritikad baik melihat kesulitan rakyatnya, satu hari saja bisa keluar Perpres. Ini hal yang sederhana sebenarnnya kok. Dua bulan terlalu lama,” tegasnya.

DPR, ungkap Mufida, bahkan juga mengusulkan agar BPJS Kesehatan langsung saja melaksanakan keputusan MA karena situasi masyarakat yang terdampak Covid-19.

Pasalnya, daya membayar masyarakat untuk iuran apapun diungkapkan Kurniasih Mufidayati menurun drastis saat ini.

“Sekarang kalau iuran naiknya Rp 50.000 per kepala, satu rumah ada empat kepala jadi naiknya Rp 200.000. Di era Covid-19 seperti ini uang Rp 200.000 sangat berharga sekali,” jelas Kurniasih Mufidayati.

“Sensitivitas pemerintah itu bagaimana? BPJS Kesehatan tidak berani langsung menaikkan karena mereka beralasan sebagai operator bukan regulator,” tutupnya. {tribun}