News  

Ini Hukum Ucapkan Minal Aidin Wal Faizin Saat Lebaran

Sudah menjadi tradisi di Indonesia setiap lebaran Idul Fitri kaum muslimin saling bermaaf-maafan dan memberi ucapan tahni’ah MINAL ‘AIDIN WAL FAIZIN. Dan ada yang menambahkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin”.

Ucapan “Minal ‘Aidin” ini sudah berlaku di Indonesia selama puluhan tahun, bahkan mungkin berabad lamanya. Bagiaman hukumnya menurut padandangan syariat?

Menurut Dai Lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu’man Hasan, ucapan “Minal Aidin” bukanlah kesalahan, dan tidak terlarang, sebab tidak ada dalil larangannya.

Asalnya adalah “Ja’alanallah wa iyyakum minal ‘Aaidin wal Faaizin”. Artinya semoga Allah menjadikan kami dan anda termasuk orang yang kembali (suci) dan menang/beruntung.

Tidak ada yang salah dalam kalimat ini. Imam Syafi’i mengatakan, bahwa perkataan itu jika baik maka itu adalah baik, jika buruk maka itu adalah buruk. Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah juga mengatakan:

التهنئة بالعيد جائزة ، وليس لها تهنئة مخصوصة ، بل ما اعتاده الناس فهو جائز ما لم يكن إثماً

Ucapan selamat hari raya itu boleh, dan tidak ada kalimat yang khusus, tetapi disesuaikan dengan kebiasan di tengah manusia, selama tidak mengandung dosa. Beliau juga berkata tentang bersalam-salaman dan berpelukan saat di hari raya, yang biasa dilakukan manusia:

هذه الأشياء لا بأس بها ؛ لأن الناس لا يتخذونها على سبيل التعبد والتقرب إلى الله عز وجل ، وإنما يتخذونها على سبيل العادة ، والإكرام والاحترام ، ومادامت عادة لم يرد الشرع بالنهي عنها فإن الأصل فيها الإباحة

Semua ini tidak apa-apa, karena manusia tidak menjadikannya sebagai ibadah ritual dan sarana taqarrub ilallaa. Mereka hanyalah menjadikan itu sebagai kebiasaan saja, pemuliaan dan penghormatan.

Maka, selama sebuah kebiasaan tidak ada larangan dalam syariat maka itu diperbolehkan. (Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin, 16/208-210)

Ada pun Taqabbalallah minna wa minkum, bukanlah sunnahRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tetapi itu perbuatan atau kebiasaan para sahabat Nabi. Di mana Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah tidak memakainya untuk memulai ucapan selamat, artinya Beliau memandang ini bukan sunnah dalam artian hukum sunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan “Adapun ucapan selamat hari raya, yang biasa diucapkan manusia kepada lainnya setelah Salat Id: Taqabbalallah Minna wa Minkum, wa ahaalahullah ‘alaika, dan yang semisalnya.

Hal ini diriwayatkan dari segolongan sahabat Nabi, di mana mereka melakukannya dan memberikan keringanan atas hal itu, demikian pula para imam seperti Imam Ahmad dan lainnya.

Tetapi Imam Ahmad berkata: “Aku tidak akan memulai mengucapkannya kepada seseorang, tapi kalau ada yang mulai mengucapkan kepadaku, maka aku akan jawab”.

Memulai ucapan selamat tidak ada sunnah perintahnya, dan tidak ada pula larangannya. Maka, barang siapa yang mengucapkannya maka dia ada contoh, dan barang siapa yang tidak mengucapkannya dia juga ada contoh. Wallahu A’lam. (Fatawa Al Kubra, 2/228)

Maka mengucapkan Taqabbalallah Minna wa Minkum, silakan. Ini perbuatan para sahabat Nabi.

Mengucapkan Minal ‘Aidin wal Faaizin, juga silakan. Sebab ini adalah kebiasaan baik lagi benar (al ‘urf ash shahih) yang ada di negeri ini. Sebagaimana kata Syeikh Utsaimin, jika sebuah kebiasaan itu tidak mengandung dosa maka hal itu diperbolehkan.

Para ulama mengatakan: “Ketetapan hukum karena tradisi itu seperti ketetapan hukum dengan Nash/dalil”. (Syeikh Muhammad ‘Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa’id Al Fiqhiyah, no. 101)

“Agama ini mudah, dan jangan persulit sendiri dan umat manusia, dengan ekstremitas yang tidak perlu,” kata Ustaz Farid menutup penjelasannya. {sindonews}