News  

Eks Tapol Papua Surya Anta Bongkar Kebobrokan di Rutan Salemba

Bekas tahanan politik (Tapol) Papua Surya Anta bercerita mengenai kondisi Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat saat menjalani penahanan usai divonis melakukan tindakan makar.

Kala itu, Surya menemukan pelbagai dugaan praktik penyimpangan yang seharusnya dilarang dilakukan oleh narapida di dalam penjara. Kondisi penjara yang tak manusiawi turut dialami oleh para tahanan.

Surya mengawali ceritanya pada hari pertama masuk penampungan Rutan Salemba, dirinya dan rekannya menemukan praktik ‘pemalakan’ oleh para tahanan lama. Angkanya bervariasi, ia dipalak sebesar Rp1 juta. Sementara rekannya lain dimintai uang sebesar Rp3 juta.

Akhirnya kami ber 5 bayar 500 ribu setelah tahanan lain tahu kami aktivis bukan anak pejabat,” kata Surya dalam akun Twitter @Suryaanta

Kuasa hukum Surya Anta, Suarbudaya Rahardian saat dihubungi membenarkan akun tersebut adalah milik Surya Anta.

Dalam kicauan lanjutannnya, Surya juga mengungkapkan bahwa kondisi penampungan dalam rutan Salemba dalam kondisi tak layak. Ia menjelaskan terdapat 410 tahanan yang dikumpulkan dalam satu ruangan yang tak terlalu besar.

Tak jarang, para tahanan itu harus mengatur posisi badan dalam posisi miring agar bisa tidur dengan nyenyak. Ia pun melihat bahwa air yang tersedia di penampungan itu tak layak untuk dikonsumsi bagi tahanan.

Toilet cuma 2. tahanan tidur kaya ikan dijejer, tak jarang agar bisa tidur badan miring. Airnya berasa ada yang lengket. Para tahanan jadi sakit tenggorokan,” kata dia.

Tak hanya itu, Surya menyaksikan para tahanan bebas berkeliaran menjual narkotik jenis sabu dan ganja kepada para tahanan lainnya. Ia menyatakan tindakan tersebut tak digubris oleh para penjaga Rutan.

Setelah berada selama sebulan di barak penampungan Rutan. Surya dipindahkan ke Blok J Rutan Salemba Kamar 18. Mereka dipindah setelah ada tekanan dari rekannya sesama aktivis dari luar penjara.

Ia menyatakan kamar yang ditempatinya tersebut bersebelahan dengan kamar yang disebutnya ‘apotek’ tempat pembuatan sabu-sabu. Ia menjelaskan apotek tersebut terus beroperasi meski para petugas sudah memgetahui keberadaan produksi narkotika tersebut.

Kamar atas belakang Dano itu adalah Kamar “Apotik”, kamar penjualan Sabu. Petugas tahu soal ini. Heran kenapa kami ditempatkan di kamar J18 yg ada apotik sabu,” kata dia.

Surya turut melihat ada praktik ‘tiket masuk kamar’ turut dijalankan oleh oknum tertentu di rutan Salemba. Ia menyatakan banyak tahanan yang terpaksa tidur di lorong-lorong karena tak mampu membayar ‘tiket’ tersebut

Banyak tahanan dan napi tidur di lorong krn gak punya uang untuk “tiket” masuk kamar dan bayar ‘uang Mingguan’ kamar,” kata Surya.

Surya menyatakan selama penjara tak lantas semua kebutuhan ditanggung negara. Sebab, pelbagai bahan pokok jumlahnya sangat sedikit. Melihat hal itu ia harus memasak dan beli lauk pauk mengggunakan uang sendiri.

Air juga kami beli sendiri. Galonnya juga beli. Kalau ada kerusakan listrik bayar pakai uang sendiri. Tahanan lain bayar uang kamar dan bayar uang mingguan. Kami tidak bayar karena pihak Penjara khawatir dengan tekanan publik atas kami. Dan lobby kawan-kawan agar kami tak tidur di lorong,” kata Surya.

Tingginya biaya hidup di penjara dinilai Surya jadi faktor banyak tahanan atau napi memiliki pelbagai pekerjaan ‘sambilan’. Semisal, ada tahanan yang terpaksa meyopet, mencuri, servis elektronik hingga menjual narkoba.

“Jasa uang kiriman juga lancar. Warung makanan ada. Petugas tahu itu Jual beli parfum ada. Yang gak ada prostitusi, sebelum 2016 kata para Napi lama ada,” kata dia.

Surya Anta divonis sembilan bulan penjara karena tuduhan makar. Ia dipenjar bersama lima aktivis lainnya yakni Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere.

Ia dianggap melakukan perbuatan makar setelah melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD pada 2019 lalu. Aksi makar yang dituduhkan terhadap keenamnya dilatarbelakangi oleh aksi pengibaran Bendera Bintang Kejora yang memang menjadi simbol kemerdekaan Papua.

Terkait gambaran kondisi Rutan Salemba itu, CNNIndonesia.com telah berusaha untuk menghubungi Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas Rika Apriyanti. Namun yang bersangkutan tak merespon telepon sampai berita ini diterbitkan. {CNN}