Menunggu Gebrakan SOKSI Pasca Munas XI

Hari ini, Munas XI Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) digelar. Di tengah suasana pandemi Covid-19, tak mengurungkan niat SOKSI untuk menggelar Munas.

Salah satu caranya adalah Munas digelar secara hybrid. Hybrid dimaksud adalah mengkombinasikan kehadiran fisik dengan virtual, sebagai bagian dari pelaksanaan protokol kesehatan mencegah penyebaran Covid-19. SOKSI didirikan oleh Pak Suhardiman dan Pak D. Suprayogi pada 20 Mei 1960 yang lalu.

Di tengah sistuasi pandemi Covid-19 yang tak ketahuan kapan berakhirnya, dan ancaman resesi ekonomi, SOKSI dituntut untuk berbuat, minimal sebagai organisasi yang bisa memberikan solusi, pemecahan masalah.

Dan melalui Munas dan dilanjutkan dengan Rapimnas pertama dari pengurus (Ketua Umum) terpilih, masalah-masalah yang saat ini menjadi acaman serius dibidang Kesehatan dan ekonomi harus menjadi prioritas/agenda utama untuk dibahas dan dicarikan solusinya.

Selain itu, Munas dan Rapimnas SOKSI harus mempertegas sikap SOKSI dalam mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan hasil kesepakatan/konsensus rakyat Indonesia melalui PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 18 Agustus 1945 mengesahkan konstitusi negara, yakni UUD 1945.

Dan di dalam pembukaan-nya, tercantum Pancasila. SOKSI sebagai ormas pendiri Partai Golkar yang bertujuan mempertankan dan mengamalkan Pancasila harus berada di garda terdepan untuk hal ini.

Pancasila sebagai dasar negara dan menjadi sumber dari segala sumber hukum tidaklah pantas untuk diundangkan. Itu sama saja mendegradasi Pancasila. Karena itu, sikap SOKSI yang sebelumnya memkinta DPR mencabut RUU Haluan Idiologi Pancasila (HIP), sudah tepat, dan sikap SOKSI tersebut harus diformalkan melalui forum Rapimnas dan Munas. Bahwa SOKSI akan menolak selamanya setiap upaya mendegradasi Pancasila hasil keputusan PPKI pada 18 Agustus 1945.

Dalam Munas dan Rapimnas kali ini, salah satu agenda yang dibahas adalah keberadaan BPIP yang baru saja diusulkan pemerintah sebagai pengganti RUU HIP. SOKSI harus bersuara, bahwa proses pengajuan RUU harusnya seperti lazimnya, yakni melalui proses di badan legislatif. Bukan ujug-ujug langsung menjadi RUU.

SOKSI harus mengkaji secara mendalam terkait perlu tidaknya RUU BPIP. Dan pada Munas dan Rapimnas kali ini SOKSI juga perlu membahas upaya merawat dan melestarikan ideologi dan dasar negara (Pancasila) melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan didalamnya ada bagian BPIP sebagai pelaksana.

Jadi bukan RUU BPIP tapi RUU P4-lah yang lebih penting untuk di buat produk hukumnya, Undang-Undang.

Karena Pancasila menjadi pedoman hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

Dengan diundangkannya P4, pemerintah dapat melakukan Penataran P4 yang materinya berupa doktrin 45 butir amalan dalam berbangsa dan bernegara, salah satunya Agama, disesuaikan dengan kekinian, kemajuan zaman. Dan pelaksana adalah BPIP.

Selamat melaksanakan Munas dan dilanjutkan dengan rapimnas kepada seluruh kader SOKSI dari seluruh Indonesia. Ditunggu kiprah SOKSI bagi bangsa dan negara pasca Munas.

Lalu Mara Satriawangsa [Viva]