News  

Dituduh Ajarkan Seks Bebas ke Mahasiswa Baru, Ini Klarifikasi Pihak UI

Universitas Indonesia mendapat kritik dari sejumlah pihak terkait salah satu materi yang diberikan dalam Program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKBM) 2020.

Materi yang diberikan secara daring bertema “Cegah Kekerasan Seksual” tersebut, salah satu poinnya membahas tentang sexual consent. Di mana consent berarti kesepakatan untuk melakukan aktivitas seksual. Materi tersebut dianggap bertentangan dengan nilai luhur Pancasila.

Sekretaris Universitas Indonesia dr. Agustin Kusumayati M.Sc, Ph.D mengatakan, informasi yang banyak beredar saat ini adalah sepenggal slide yang berjudul sexual consent dalam konteks kekerasan seksual.

“Memang dijelaskan apa itu sexual consent, tetapi konteksnya adalah penjelasan tentang kekerasan seksual, bahwa sebuah tindakan seksual dapat dikatakan sebagai kekerasan seksual manakala tidak ada consent (kesepakatan untuk melakukan aktivitas seksual),” jelas Agustin (16/9/2020).

“Dijelaskan juga kondisi yang bagaimana seseorang itu mampu memberikan consent. Sehingga, bila orang itu tidak dapat memberikan consent, maka tindakan seksual tersebut adalah kekerasan seksual.”

Slide tersebut, imbuhnya, hanya merupakan satu di antara banyak slide yang saling berhubungan dengan tema utama “Cegah Kekerasan Seksual”, sehingga bisa menimbulkan interpretasi dan asumsi yang berbeda-beda bila hanya melihat satu slide saja.

Agustin pun menjelaskan bahwa materi tersebut harus dipahami secara utuh, dari awal hingga akhir, termasuk mendengarkan narasi audio yang diberikan.

Memberikan edukasi seks bukan hal mudah

Agustin tak menampik bila materi seputar edukasi seks bukanlah hal yang mudah untuk diberikan. Selain sulit, kata dia, ini juga materi yang sensitif.

Meski begitu, pemberian materi ini adalah untuk membekali mahasiswa baru UI tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual, sehingga mahasiswa bisa mencegahnya, menghindari, bahkan ketika teman mengalami kekerasan seksual, maka mahasiswa tahu apa yang harus dilakukan.

“Jangankan materinya seksualitas, materi yang bicara kesehatan reproduksi saja, itu sudah bisa menimbulkan respons yang berbeda-beda,” papar Agustin yang juga merupakan dosen Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Ia pun menyarankan, bila ingin membahas isu yang berkaitan kesehatan reproduksi atau seksual, maka yang pertama harus disampaikan dan ditanamkan adalah nilai-nilai.

“Kedua, harus dipertegas dan diperjelas, ini konteksnya sedang bicara tentang apa,” terangnya.

Agustin pun memberikan contoh soal kontrasepsi. Bila koteksnya tidak didudukkan bahwa kontrasepsi dalam program keluarga berencana untuk kesehatan ibu dan bayi, maka bisa diartikan lain.

“Kalau konteksnya tidak didudukkan, maka kontrasepsi dianggap sebagai alat yang bisa menyebabkan seseorang tidak hamil walaupun melakukan hubungan seks, maka kemudian interpretasinya adalah kontrasepsi mendorong terjadinya free sex. Bahaya kalau seperti itu,” terang dia.

Sehingga, lanjut dia, semua itu harus dibahas dan didiskusikan bersama mahasiswa dengan konteks yang sangat jelas dan dengan penanaman nilai-nilai yang tentu disesuaikan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

“Sehingga saya tidak bisa mengatakan UI akan terus mengajarkan sexual consent, kita harus jelas dulu, bicara sexual consent dalam konteks apa, untuk apa, tujuannya apa, values-nya apa?” imbuhnya.

“Kita tidak mengajarkan nilai-nilai di negara sebelah sana yang tidak cocok dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Kita berada di tengah masyarakat yang punya values. Dengan demikian apapun yang kita bahas, akan kita sampaikan kepada mahasiswa basic dari values-nya tidak boleh ketinggalan.” {kompas}