Pandemi virus corona di Indonesia (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih jauh dari kata tuntas. Sebab, risiko penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini lumayan tinggi.
Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona per 28 September adalah 278.722 orang. Bertambah 3.509 orang (1,28%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (15-28 September), rata-rata penambahan pasien baru mencapai 4.086 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 3.338 orang.
Sedangkan jumlah pasien meninggal per 28 September adalah 10.473 orang. Bertambah 87 orang (0,84%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata mereka yang tutup usia bertambah 117 orang per hari. Naik dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 102 orang.
Ke depan, bukan tidak mungkin jumlah kasus akan bertambah dalam jumlah signifikan. Sebab, rantai penularan belum bisa diputus.
Rantai penularan bisa dilihat dari tingkat reproduksi (Rt). Jika angkanya masih di atas 1, maka seorang pasien positif bisa menulari orang lain. Penularan masih terjadi.
Mengutip data Bonza per 29 September pukul 10:34 WIB, rata-rata Rt di seluruh provinsi adalah 1,06. Naik dibandingkan posisi awal bulan yaitu 1,03.
Selain itu, peningkatan jumlah kasus juga akan disebabkan oleh tes yang semakin masif. Saat ini jumlah uji corona per 1 juta penduduk di Indonesia adalah 11.812.
Masih minim dibandingkan negara-negara lain sehingga perlu digenjot, dan semakin banyak tes maka kemungkinan untuk menemukan kasus corona akan semakin tinggi.
Dari 39 negara berpendapatan menengah-atas menurut definisi Bank Dunia, jumlah tes per 1 juta populasi di Indonesia adalah yang ketiga terendah. Indonesia hanya lebih baik dari Fiji dan Thailand.
Tes adalah salah satu pilar penting dalam penanggulangan pandemi virus corona. Hasil tes akan menentukan langkah selanjutnya yaitu pelacakan (tracing) dan perawatan (treatment).
Tanpa tes yang memadai, maka tracing dan treatment akan kurang optimal sehingga sulit bagi sebuah negara untuk menemukan kebijakan yang paling tepat untuk mengatasi pandemi.
Tanpa tes yang memadai, juga akan sangat sulit untuk menentukan kapan ‘keran’ aktivitas publik bisa dibuka kembali.
Sebab jika tidak ada data yang memadai tentang seberapa luas penyebaran virus, maka pelonggaran pembatasan sosial (social distancing) akan menyebabkan ledakan kasus yang tidak terkontrol.
“Kami punya pesan sederhana untuk seluruh negara. Tes, tes, tes. Semua negara harus melakukan tes terhadap seluruh kasus. Kita tidak bisa memerangi pandemi ini dengan mata tertutup,” tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). {cnbc}