KPK Duga Anggota Fraksi PDIP DPR Terima Aliran Duit Proyek Fiktif Waskita Karya

Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, diduga turut kecipratan aliran dana dari dugaan korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif pada sejumlah proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya.

Dugaan mengenai aliran dana itu menjadi satu di antara materi yang dikorek penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat memeriksa Hugua terkait kasus dugaan korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk tahun 2009-2015, Selasa (10/11/2020).

Hugua yang juga mantan Bupati Wakatobi diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Kepala Divisi (Kadiv) II Waskita Karya, Fathor Rachman (FR) dan Wakil Kadiv II PT Waskita Karya, Fakih Usman (FU).

“Hugua diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FR dan tersangka FU. Dikonfirmasi terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah dana dari proyek fiktif yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya,” ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (10/11/2020).

Namun, Ali belum mengungkap penerimaan uang itu dilakukan Hugua dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR atau saat menjabat sebagai Bupati Wakatobi.

Hugua sempat mangkir atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik KPK pada Selasa (27/10/2020) lalu. Padahal, KPK telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan secara patut kepada Hugua.

Surat panggilan tersebut pun telah diterima oleh perwakilan Hugua di tempat tinggalnya. KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini.

Mereka ialah, mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga Dirut PT Waskita Beton Precast Jarot Subana (JS) dan mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani (DSA).

Kemudian, Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013 Fathor Rachman (FR), mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Fakih Usman (FU), dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS).

Lima tersangka itu diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya selama 2009 sampai dengan 2015.

Selama periode 2009-2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.

Sebanyak 14 proyek itu, antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat.

Lalu proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.

Selanjutnya, proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta, proyek fly over Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta.

Kemudian proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Sedangkan perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering, dan PT Aryana Sejahtera.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut sejumlah Rp202 miliar.

Atas perbuatannya, lima tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menyita uang sekira Rp12 miliar, satu aset tanah, dan puluhan aset telah diblokir. {tribun}