News  

Gaji Buruh Naik 3,27 Persen, Gaji Anggota DPRD DKI Meroket 34 Persen Jadi Rp.173,2 Juta

Pemprov dan DPRD DKI Jakarta menyepakati nilai Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 sebesar Rp 82,5 triliun.

Dalam rancangan APBD (RAPBD) itu terdapat kenaikan anggaran untuk rencana kerja tahunan DPRD DKI Jakarta yang mencapai Rp 888,7 miliar, sedangkan tahun sebelumnya Rp 152,3 miliar.

Salah satu pos yang membuat anggaran DPRD DKI meningkat adalah melonjaknya gaji dan tunjangan anggota DPRD. Tahun ini, rata-rata setiap anggota mendapatkan gaji dan tunjangan Rp 129 juta per bulan.

Setelah dipotong pajak penghasilan (PPh) Rp 18 juta, gaji dan tunjangan bersih mencapai Rp 111 juta. Tahun depan, setiap anggota akan mendapatkan gaji dan tunjangan Rp 173,2 juta sebelum dipotong pajak atau mengalami kenaikan sekitar 34%.

Kenaikan tersebut lebih dari 10 kali lipat apabila dibandingkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) bagi buruh di DKI Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta menetapkan besaran UMP DKI Jakarta 2021 sebesar Rp 4,416 juta atau mengalami kenaikan 3,27% dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, UMP pada perusahaan yang terkena dampak Covid-19 tidak naik.

Menanggapi kenaikan tersebut, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengaku tak kaget dengan meroketnya gaji anggota DPRD. Kenaikan anggaran kegiatan DPRD bukan hal baru.

“Setiap pembicaraan anggaran di DPRD, isu kenaikan anggaran untuk DPRD selaku pembahas selalu muncul. Hal yang sama juga terjadi dalam pembahasan RAPBN di DPR,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (28/11/2020).

Namun, lanjutnya, kenaikan anggaran untuk kegiatan DPRD di tengah pandemi merupakan hal yang tidak masuk akal. Seharusnya, anggaran itu dialokasikan untuk membantu rakyat yang kesulitan di tengah pandemi Covid-19.

Lucius menduga ada semacam kompromi antara Pemprov dan DPRD DKi Jakarta untuk membuat anggaran yang tidak wajar. “Pemprov tampaknya tak berdaya di hadapan DPRD demi dukungan politik setiap kebijakan pemprov,“ katanya.

Hal senada diutarakan pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah. Menurutnya, kenaikan anggaran DPRD itu tak tepat karena kondisi ekonomi saat ini sedang menurun akibat pandemi.

Trubus sepakat dengan Lucius. Ia menduga salah satu penyebabnya adalah Pemprov DKI Jakarta yang tidak transparan soal anggaran.

“Pemprov harus membuka diri, harus dijelaskan angka-angka (APBD) itu kepada publik,” katanya.

Selain meroketnya anggaran untuk DPRD DKI, isu lain yang disoroti oleh banyak pihak adalah minimnya transparansi anggaran. Publik sulit mengakses rancangan APBD DKI Jakarta tahun 2021.

Sebelumnya, anggota DPRD Fraksi Demokrat, Neneng Hasanah saat rapat paripurna di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (27/11/2020), menyatakan dokumen RAPBD 2021 belum muncul pada portal jakarta.go.id.

Warga DKI Jakarta juga tak lagi bebas mengakses situs APBD DKI Jakarta, sebab Pemprov DKI Jakarta menerapkan sistem baru bernama smart budgeting.

Sistem ini mewajibkan pengunjung melakukan registrasi sebelum mengakses laman APBD DKI Jakarta. Pengakses wajib memasukkan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK).

Hal yang sama disampaikan itu Eneng Malianasari dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta telah merintangi hak warga Jakarta untuk mengawal dan mengawasi penggunaan uang rakyat. {beritasatu}