Kenapa Para Dokter Harap Pasien COVID-19 Berkurang? Ini Alasannya

“Ingat cerita saat normal, banyak pasien susah cari ventilator saat butuh?” ini kalimat yang mengawali cuitan dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S(K) lewat akunnya @dayatia pada 25 Mei 2020 lalu yang kembali mencuat.

Menurutnya, Tak semua Intensive Care Unit (ICU) punya ventilator. Dan Tak semua ICU punya dokter dan perawat yang cukup. “Nah dalam situasi normal saja akan terjadi perebutan ini. Bagaimana jika ada kondisi tambahan pada situasi wabah (pandemi COVID-19) seperti saat ini?” tanyanya.

Jumlah yang butuh ventilator, lanjut Manajer Pelayanan Medik Unggulan RSUI Depok, akan bertambah. “Plus, tenaga medis yang di dalam karena ada batas maksimal lama pakai baju APD level 3, maka harus digandakan jumlahnya” tuturnya.

Namun, itu kalau jumlah yang butuh ventilator masih sama. “Nah beberapa waktu lalu, disebutkan sudah ada penelitian terkait Ventilator murah. Masalahnya ada ventilator pun, butuh perawat dan dokter yang bisa mengoperasikan. Tidak semua dokter dan perawat bisa pegang pasien ICU” kata alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini.

Menurut Dayat, begitu biasa dipanggil, untuk situasi normal, butuh pelatihan 3 bulan lagi untuk pengoperasiannya.

Lalu, apa yang akan terjadi jika pasien COVID-19 terus meningkat? Hukum pasar pun berlaku, kebutuhan bentilator akan naik. Stok yang ada di ICU rumah sakit belum tentu mencukupi.

Artinya, tak semua yang butuh ventilator bisa mendapatkannya. Karena jumlah yang ingin dan butuh lebih banyak dari jumlah alat tersedia.

“Itu masalahnya. Seperti di Italia, maka harus dipilih-pilih siapa yang berhak mendapatkan Ventilator. Problemnya, jangan tenaga kesehatan yang disuruh memilih. Stres tahu!” ungkapnya.

Belum lagi jika ternyata banyak intervensi untukmenentukan siapa yang berhak dan siapa yang tidak bisa mengintervensi. “Ini masalah berikutnya. Orang bisa bunuh-bunuhan untuk bela keluarganya yang paling berhak” ucapnya.

Menurut Rakhmad Hidayat, sehebat-hebatnya sistem kesehatan negara, begitu ada bencana apalagi level Pandemi pasti akan kewalahan.

“Kenapa? Karena dalam situasi normal, kapasitas ICU sebenarnya minimal 1:100 pasien yang dirawat. Artinya, cuma sekitar 8000-an jumlah ventilator di Indonesia. Itulah batas maksimal kemampuan kita!” paparnya.

Sebenarnya, bila situasi normal menurut Rakhmad Indonesia tidak kurang Ventilator. Kita baru akan kekurangan saat bencana.

“Dan soal biaya. Negara memang menanggung biaya pasien COVID-19. Tapi sampai batas mana negara akan membayarnya? Belum lagi keluhan tagihan juga belum dibayar. Sampai seberapa tahan Rumah Sakit mampu bayarkan modal kerjanya?” tanya Rakhmad.

Menurut Rakhmad, Tak usah pusing soal tenaga medis sudah dibayar atau belum. Tenaga medis itu paling akhir dipecat ketika negara bangkrut.

“Tenaga medis khawatir bukan soal penghasilan atau gaji turun. Justru terbalik malah naik. Tapi Justru karena khawatir nanti harus memilih. Antara loe atau teman loe yang harus ditolong. Itu dilemanya. Jadi, mana ada tenaga medis berpikir tak apa=apa pasien COVID-19 banyak?” pungkasnya.