News  

Ketika Para Ulama Dizalimi

KEZALIMAN apa pun bentuknya sangat dibenci agama. Dalam hadits Qudsi, sampai-sampai Allah berfirman, “Wahai hambaku! Sesungguhnya aku mengharamkan kezaliman atas diriku. Dan aku haramkan bagi kalian berbuat zalim; maka jangan saling menzalimi!” (HR. Muslim)

Sesama Muslim pun, yang dalam hadits Nabi terhitung sebagai saudara, dilarang saling menzalimi. Salah satu indikator persaudaraan mereka adalah ketika tidak saling menzalimi. Menzalimi sesama saudara, berarti telah merusak ikatan persaudaraan.

Lalu bagaima jika kezaliman itu dilakukan kepada ulama yang notabene pewaris Nabi dan kekasih Allah Subhanahu wata’ala? Dalam hadits Qudsi yang lain Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasihku, maka aku umumkan perang padanya,” (HR. Bukhari)

Menzalimi ulama efeknya jauh lebih besar daripada orang biasa. Perhatikan dalam sejarah, para penguasa dan penyokongnya yang menzalimi ulama akan bernasib tragis. Sebagaimana penguasa yang mengkriminalisasi Imam Ahmad bin Hanbal dalam kasus dogma al-Qur`an sebagai makhluk Allah.

Demikian pula orang yang membantu dalam praktik kezaliman, juga mendapat ancaman keras dari Allah Subhanahu wata’ala. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah disebutkan:

منْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ، أَوْ يُعِينُ عَلَى ظُلْمٍ؛ لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ

“Barangsiapa yang menolong suatu permusuhan dengan kezaliman; atau menolong atas kezaliman; maka dia senantiasa dalim murka Allah, sampai Dia mencabutnya.”

Bukan main ancamannya. Orang yang sengaja melakukan kezaliman, atau membantu orang berbuat zalim, akan dimurkai oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Bahkan di akhir zaman, salah satu tanda-tanda kiamat –sebagaimana riwayat Imam Ahmad dan Thabrani—di antaranya “katsratu asy-Syurath” yang berarti banyaknya penolong atau pembela penguasa dalam kezaliman.

Saat ini terbukti, banyaknya ulama yang dizalimi, dikriminalisasi adalah tanda akhir zaman.

Penting untuk diperhatikan, kezaliman kepada ulama bukan hanya sebatas bagi penguasa yang menyuruh. Siapapun dan sekecil apapun yang membantu berjalannya kezaliman kepada ulama, maka adalah bagian dari kezaliman.

Dalam kitab “Talbiis Ibliis” (120) disebutkan bahwa Malik bin Dinar berkata, “Cukuplah seorang disebut pengkhianat ketika dia menjadi orang kepercayaan orang-orang pengkhianat.” Jadi, jika dia bagian dari sistem kemudian membiarkan kezaliman terjadi, maka terhitung bagian darinya.

Suatu ketika, sipir penjara bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang dipenjara karena fitnah kemakhlukan al-Qur`an, “Apakah aku termasuk penolong kezaliman?”

“Tidak,” jawab Imam Ahmad, “bahkan kamu adalah bagian dari orang yang berbuat zalim. Penyokong kezaliman adalah orang yang membantumu dalam suatu perkara.” (Shaidu al-Khathir, 435)

Sejalan dengan Imam Ahmad, maka ulama sekaliber Ibnu Taimiyah dalam “al-Majmu’ al-Fataawaa” (VII/64) berujar, “Lebih dari satu ulama salaf yang berkata: penolong pelaku kezaliman adalah yang menolong dan membantunya walau sekadar menyiapkan tinta atau pena.”

Perkara kezaliman ini bukan masalah kecil, apalagi kalau dilakukan kepada ulama. Hati-hatilah bagi mereka yang suka menghina atau merendahkan ulama. Syeikh Ibnu Taimiyah mengungkap perkataan yang sudah popular, “Daging ulama itu adalah racun.” (al-Shaarim al-Masluul, 165).

Maknanya, siapa pun yang mencela, menghina, memfitnah, menzalimi, bahkan mengkriminalisasi ulama, maka akan tertimpa keburukan.

Silakan diperiksa dalam sejarah. Penguasa yang memfitnah hingga mengkriminalisasikan Imam Ahmad bin Hanbal; bagaimana nasibnya setelah itu?

Demikian juga Buya Hamka yang difinah dan dikriminalisasi oleh penguasa Orde Lama tanpa peradilan; bagaimana nasibnya kemudian? Mari beravuluasi; sebelum penyesalan menghampiri.

Bagi yang melihat adanya kezaliman –apapun itu—terutama kepada ulama, perlu ada upaya untuk meluruskannya. Jangan sampai, diamnya kita, membuat kita masuk kategori orang-orang yang menolong kezaliman. Na’udzubillah min dzaalik. {hidayatullah}