Hetifah Minta Reformasi Kader Partai Politik Untuk Tekan Fenomena Dinasti Politik

hetifah
hetifah

Politisi perempuan dari Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian memberikan tanggapan mengenai fenomena dinasti politik yang kian merebak dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Menurutnya, agar dapat efektif mencegah merebaknya dinasti politik, partai-partai politik (parpol) yang ada harus berbenah dengan melakukan reformasi kader dari masing-masing partai politik yang ada.

Hetifah Sjaifudian meminta kepada partai politik agar segera berbenah dengan melakukan reformasi dalam kaderisasi partainya. Menurut sosok yang duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI, hal tersebut (reformasi kader parpol-red) di masing-masing partai politik harus segera dilakukan guna mencegah merebaknya fenomena dinasti politik. Yaitu munculnya calon yang memiliki kekerabatan dengan petahana, dan biasanya fenomena ini berlangsung dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun pemilihan legislatif. Fenomena dinasti politik pada perhelatan Pilkada 2018 ini pun kembali mengemuka.

Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini berpendapat tentang pentingnya program pembinaan kader di tiap-tiap parpol. Dengan demikian, parpol dapat membina dan menciptakan kader muda untuk tampil dalam ajang pilkada ataupun pemilu, sebagai calon pemimpin potensial. ”Khususnya bagaimana parpol dapat menciptakan kader muda yang dapat diikutkan di dalam Pilkada. Agar tidak muncul calon kepala daerah dari keluarga yang sama,” demikian pendapat Hetifah Sjaifudian.

Legislator DPR RI yang mewakili dapil Kaltim-Kaltara ini mengatakan bahwa DPR tidak bisa melarang munculnya dinasti politik. Mengapa demikian? Dikarenakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan masyarakat atau judicial review terhadap pasal 7 huruf r UU Pilkada No 8/2015 yang melarang adanya politik dinasti pada 8 Juli 2015 lalu. ”Ya kami tidak bisa berbuat apa-apa. Karena putusan MK adalah final dan mengikat. Yang paling penting yang kembali kepada parpolnya. Mau atau tidak untuk memutus rantai dinasti politik di daerah,” demikian Hetifah mengungkapkan hal tersebut pada pada Jumat (12/1/2018).

Sosok politisi perempuan Partai Golkar ini juga menyebutkan proses seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh partai politik. Proses yang terjadi sekarang, menurutnya, juga turut mendukung tumbuh suburnya fenomena dinasti politik.  Menurut Hetifah, seharusnya partai politik juga melakukan proses seleksi para calon kepala daerah berdasarkan kaderisasi berbasis prestasi dan pencapaian. ”Harus berdasar merit sistem. Jangan ujug-ujug orang dari luar yang cuma karena kedekatan dengan petahana atau penguasa daerah langsung diusung. Kasihan kader partai lainnya yang justru memiliki potensi untuk membangun daerah,” demikian ungkap Hetifah.

Menurut politisi Partai Golkar ini, sebenarnya tidak sedikit kader partai yang memiliki potensi keilmuan dan kinerja, namun tidak dapat berbuat banyak untuk dapat tampil di pilkada. ”Saya yakin semua parpol memiliki kader yang mumpuni. Kapan bisa ada regenerasi kepemimpinan jika yang maju di Pilkada orangnya itu-itu aja dari keluarga tertentu,” demikian ujarnya. Hetifah menjelaskan lebih lanjut  bahwa penyebab tidak tampilnya para kader potensial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah terkait keterbatasan dana, karena memang harus diakui, bahwa untuk tampil juga membutuhkan biaya. Faktor berkutnya, terkait lemahnya jaringan di daerah karena tidak dapat berkembang akibat tidak ditunjang secara baik oleh parpol tempat kader tersebut bercokol, sehingga kader tersebut tidak dapat memenuhi potensinya.

Meskipun cenderung memberikan efek negatif, namun nyatanya ada juga sisi positif dari fenomena dinasti politik, dan hal ini pun diakui oleh Hetifah Sjaifudian. Menurut Hetifah, sisi positif ini khususnya dirasakan oleh politisi perempuan. Hetifah mengatakan, dari praktek dinasti politik juga telah turut melahirkan sejumlah politisi perempuan untuk dapat berkiprah, baik di tingkat lokal atau daerah, sampai di tingkat nasional. ”Kalau bukan karena memiliki kedekatan dengan ayahnya, kakak atau adik bahkan suaminya yang menjadi petahana atau penguasa daerah, belum tentu politisi perempuan bisa melawan persaingan dengan politisi lelaki di Pilkada serentak ini. Karena perempuan tetap makhluk lemah yang butuh dukungan kuat dari keluarga terdekatnya,” demikian menurut pengakuan Hetifah.

[ ### ]