News  

Kisah Pilu Rahma, Gadis Pelukis Wajah Asal Banjarnegara Yang Lumpuh Layu

Di pagi yang berawan, banyak cahaya menembus kamar rumah Eprisa Nova Rahmawati. Dia adalah gadis Desa Penusupan, Kecamatan Penawaran, Kabupaten Banjarnegara.

Hingga ruangan itu lebih terang dari tempat sekitar. Saat pagi, Rahma selalu berteman dengan matahari. Dicekam hawa dingin dataran tinggi, ia tentu butuh kehangatan alami.

Rahma menyingkap gorden agar cahaya masuk tidak terhalangi. Jadilah ia bermandi cahaya dan wajah bersihnya merona. Ini saat paling tepat bagi Rahma untuk memulai rutinitasnya.

Selembar kertas putih beralas clipboard berada di pangkuannya. Di bawah gelimang cahaya, ia mulai menggores kertas itu menggunakan pensil. Rahma begitu konsentrasi melukis.

Matanya tak berpaling, kecuali pada sebuah foto di smartphone hasil rekayasa kamera, yang akan ia duplikasi dengan cara menggambarnya.

Hasilnya menakjubkan, lukisannya tentang sosok nenek yang garis keriputnya penuh itu nyaris menyamai foto aslinya. Karyanya detail dan nyaris sempurna.

Wajar saja, karya-karyanya yang sempat diunggah orang di media sosial, seketika viral. Bukan hanya karyanya yang spesial, kisah hidupnya cukup menggetarkan.

Iya, sudah beberapa tahun terakhir, Rahma menderita sakit. Badannya mulanya panas, namun entah apa sebab, kedua kakinya tiba-tiba mati rasa. Hingga gadis itu tak mampu lagi berjalan hingga sekarang.

Dia belum juga mengetahui pasti penyakitnya apa. Tapi yang mengejutkan, di tengah kondisinya yang kekurangan, Rahma enggan berpangku tangan. Dia terus mengasah kemampuan.

Hingga Rahma berhasil mengangkat bakat yang sempat ia pendam.

“Dari SD sudah suka corat-coret, tetapi SMP berhenti. Saya mulai menggambar lagi dua tahun terakhir ini, untuk mengisi waktu kosong di rumah,” katanya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (6/3/2021).

Siswi MA di Karangkobar ini gemar menggambar sejak belia. Tetapi ia sempat vakum menggambar saat duduk di bangku SMP. Hingga ia jatuh sakit dan tak bisa berjalan seusai diterpa demam tinggi.

Karena keterbatasannya, Rahma harus rela meninggalkan tempatnya sekolah. Siswi berprestasi itu terpaksa melaksanakan pembelajaran di rumah. Rahma tak bisa lagi bermain dengan teman-temannya di sekolah.

Ia sempat terpukul karena kondisinya yang berubah. Ia mulai menatap hari-hari kosong di rumah. Kesunyian menghampiri setiap waktu. Tapi Rahma enggan berlarut dengan kesedihan.

Masa depannya masih panjang. Ia tak ingin jauh terpuruk. Selalu ada harapan baginya untuk sembuh. Rahma mulai mengisi waktunya yang kosong dengan menggambar.

Dia mengangkat kembali pensil yang lama ia tinggal. Rahma berhasil mengubur kesedihan dengan hobi yang menyenangkan.

“Kalau meratap terus, saya akan semakin drop. Saya coba bangkit untuk berkarya, sambil menunggu sembuh tiba” katanya.

Dengan kesibukan itu, hari-hari Rahma tak lagi hampa. Di balik musibah yang menimpanya, ada hikmah yang berhasil diraihnya. Bakatnya justru semakin terasah dan masa depannya kian terarah.

Karya-karya Rahma mulai mendapatkan apresiasi dari orang-orang terdekat. Bahkan, ia mulai mendapatkan pesanan lukisan dari warga. Dari situ, anak petani itu mulai membangun kemandirian.

Bukan hanya menggambar animasi, Rahma mahir melukis berbagai objek nyata semisal sketsa wajah seorang. Kendati karyanya sudah mendapat apresiasi dari banyak orang, Rahma tetap rendah hati.

Dia merasa karyanya masih jauh dari sempurna. “Saya ingin orang mengapresiasi karya saya, bukan karena kondisi saya yang sakit,” katanya.

Ketua Gold Pencil Indonesia, Abdul Arif mengapresiasi semangat Rahma untuk berkarya. Di tengah keterbatasannya, anak itu mampu mengembangkan bakat serta membangun kemandirian.

Rahma, menurut dia, mestinya bersyukur. Di usianya yang masih remaja, Rahma sudah menemukan potensi diri untuk dikembangkan.

Melihat karya Rahma di media sosial, ada potensi luar biasa pada diri Rahma yang tidak dimiliki banyak orang.

Karena banyak waktunya di rumah, Rahma juga punya lebih banyak kesempatan untuk berkarya.

“Di usianya yang masih remaja, dia beruntung sudah menemukan potensi yang bisa ditekuni. Mungkin anak-anak seumurannya yang masih sekolah banyak yang belum bisa apa-apa, tapi dia sudah berkarya, ” katanya.

Arif mengatakan, bukan mustahil karya Rahma yang tinggal di pedesaan bisa dikenal dan diapresiasi masyarakat hingga mancanegara.

Sembari terus mengasah kemampuan menggambar, Rahma bisa mengikuti berbagai kontes atau perlombaan baik di dalam negeri maupun internasional.

Dengan begitu, meski dari rumah, karyanya bisa mendunia. Ia pun berharap Rahma tetap optimis menatap masa depannya. Ia tak salah menekuni seni rupa.

Di situ ia tidak sekadar bisa melampiaskan hobi, namun juga membangun kemandirian ekonomi. Terlebih di era digital saat ini, ia bisa mempromosikan dan memasarkan karya seninya melalui media internet.

“E-commerce mendukung seniman untuk bisa menjual karyanya. Bisa dengan industri kreatif, pasarnya internasional,” katanya. {tribun}