News  

Sebut Sebagian BUMN Sudah Haus Sampai Kerongkongan, Dahlan Iskan: Semoga Segera Ada Jalan

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Dahlan Iskan, mengulas kinerja perusahaan pelat merah dari kelompok infrastruktur yang mengalami penurunan laba bersih dalam setahun terakhir.

Kondisi ini terjadi akibat sulitnya perusahaan memperoleh pendanaan, sementara manajemen harus mengeluarkan investasi yang besar untuk mengejar pembangunan infrastruktur.

Dahlan bahkan menyebut sebagian BUMN sudah haus sampai kerongkongan. “Semoga SWF (Lembaga Pengelola Investasi) segera ada jalan. Dana dari Amerika, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Kanada segera masuk. Ada yang sudah haus sampai kerongkongan,” ujar Dahlan dalam situs resmi miliknya, Disway.id, 1 April 2021.

Ia mencontohkan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Perusahaan itu mencatatkan penurunan laba signifikan pada 2020 dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 200 miliar. Begitu juga dengan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk yang labanya merosot dari Rp 800 miliar menjadi Rp 128 miliar.

Kondisi ini diakibatkan oleh pekerjaan infrastruktur yang gegap gempita dalam beberapa tahun terakhir. Dahlan menyebut BUMN jalan tol memiliki pekerjaan yang sangat banyak. Perusahaan pun harus menyiapkan modal yang besar.

Meski perusahaan BUMN bisa memilih menjadi kontraktor alih-alih mengelolanya sendiri, ada perusahaan yang disebut-sebut ambisius. Beberapa perusahaan, kata Dahlan, ingin memiliki jalan bebas hambatan tersebut setelah mengerjakan proyek pembangunannya.

Menurut Dahlan, dalam kondisi perusahaan membutuhkan modal besar, manajemen perlu sumber pendanaan dari beberapa pintu. Salah satunya dana bank. Masalahnya, banyak kinerja keuangan perusahaan merosot karena harus membayar bunga tinggi.

“Maka ketika perusahaan sudah tidak bisa lagi pinjam bank, bencana tahap satu pun datang,” kata Dahlan.

Sejatinya selain bank, Dahlan menyebut masih ada sumber lain, yakni dana dari obligasi atau right issue di pasar modal dengan menambah jumlah saham yang dijual ke publik.

Dalam menjual saham ke publik, tutur Dahlan, BUMN memiliki batasan. Perusahaan tidak boleh menjual saham ke publik lebih dari 50 persen lantaran dikhawatirkan mayoritas akan jatuh ke asing.

Tapi opsi itu tidak bisa diambil lagi karena perusahaan BUMN telah mencapai limit penjualan sahamnya ke publik. Di luar pihak ketiga, Dahlan menyebut ada sumber dana lain yang selama ini tidak dipikirkan oleh direksi dan komisaris, yaitu dana dari subkontraktor.

“Ini adalah sumber dana yang tersembunyi, yang penting. Jarang yang menyadari ini: ketika sub-kontraktor tidak kunjung dibayar, sebenarnya mereka itulah sumber dana terdepan BUMN infrastruktur,” katanya.

Sementara itu jalan lain adalah menjual aset. Waskita Karya, misalnya, bisa menjual jalan tol miliknya. Bila upaya ini dilakukan, perusahaan bisa membalikkan kerugian menjadi laba. Namun, tak banyak pihak yang mau membeli jalan tol di masa sulit.

“Akhirnya kembali ke hukum dasar bisnis, yakni siapa yang efisien, dialah yang unggul. Waskita akan bisa cepat menjual asetnya kalau bisa menawarkan dengan harga menarik, tapi bagaimana bisa membuat harga menarik kalau biaya membuat jalannya saham sudah tinggi?” tutur Dahlan Iskan. {tempo}