News  

Advokat Muda Desak OJK Gandeng Polri dan Kemenkominfo Tindak Tegas Pinjol Ilegal

Ada ribuan warga di Indonesia saat ini merasa menjadi korban usaha pinjaman online (pinjol). Mereka kini memohon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas karena merasa data pribadi disebarkan perusahaan keuangan yang memberi pinjaman.

Adalah Ketua Himpunan Advokat Muda (HAMI) Bali Bersatu Agustinus Nahak yang akan mendampingi para korban pinjaman online (pinjol) tersebut untuk diadukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator agar mengatur dengan ketat perusahaan peminjama keuangan yang beroperasi online (fintech).

Sebagaimana diketahui HAMI se-Indonesia sudah mulai membuka posko mereka di daerah masing-masing pengaduan untuk menerima laporan warga yang merasa menjadi korban pinjol.

Umumnya mereka mengadu karena sebagai debitur, pihak fintech sebagai pemberi pinjaman dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi mereka dan melakukan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam.

Bukan hanya itu, di antara korban yang mengadu, ada yang merasa menerima ancaman, fitnah hingga pelecehan seksual.

Dari sejumlah laporan korban, Ketua HAMI Bali Bersatu juga mencatat banyak fintech yang dianggap melanggar peraturan yang berlaku.

“Pertama, kami akan mengkonsolidasi semua korban dulu. HAMI Bali Bersatu akan membantu korban pinjaman online (pinjol) untul melapor ke OJK dan Kepolisian termasuk ke Kemenkominfo, “jelas Agustinus Nahak

“Sebab ada aturannya terkait hal tersebut. Karena OJK punya tanggung jawab kalau dilihat dari Undang-Undang OJK,” papar Agustinus Nahak kepada para awak media, Minggu (18/4).

Menurut Agustinus Nahak merupakan tanggung jawab OJK melakukan perlindungan terhadap konsumen. OJK sendiri, terkait aplikasi pinjaman daring, sudah mengeluarkan aturan POJK nomor 77.

“Untuk itu kami membuka ruang komunikasi, jika ada masyarakat menjadi korban pinjol agar secepatnya melapor ke kami untuk pendampingan, “tandas Agustinus Nahak.

“Dalam hal terjadi dan terbukti, penyelenggara legal melakukan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut, maka Agustinus Nahak meminta agar OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan pasal 47 POJK 77, mulai dari peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha sampai dengan pembatalan atau pencabutan tanda daftar atau izin,” sebutnya.

“Seharusnya OJK tidak hanya mengatur aplikasi pinjaman online terdaftar di OJK, tapi juga yang tidak terdaftar di OJK. OJK harus mewajibkan semua aplikasi mendaftar di OJK dan apa sanksinya jika tidak mendaftar.” Ujar Agustinus Nahak

Ia tambahkan bahwa aturan tersebut juga menjelaskan bahwa aplikasi pinjaman online tidak boleh menyerap data pribadi.

“Namun demikian, silahkan cek sendiri di Playstore atau Appstore, yang bagian permission, apakah aplikasi yang terdaftar atau tidak terdaftar melakukan penyerapan terhadap gawai si peminjam?,” ucapnya.

Agustinus Nahak menjelaskan ketika seseorang melakukan pinjaman lewat aplikasi, setiap peminjam akan dimintai foto KTP dan foto dirinya bersama KTP-nya. Hal itu berlaku di semua aplikasi baik yang terdaftar atau tidak terdaftar.

“Jika OJK bilang, tidak boleh menyerap data pribadi, KTP itu kan data pribadi. Di POJK 77 itu ada 5 tahapan sanksi. Sanksi beratnya adalah pencabutan izin. Pencabutan izin apa? Pencabutan izin aplikasi.”

“Kami pertanyakan apakah OJK tidak pernah melakukan pencabutan izin usaha? Mungkin ada, coba cek aturan OJK soal reksadana. OJK berani menutup usaha mereka, maka untuk pinjol tidak terdaftar juga harus berlaku demikian,” tukas Agustinus Nahak.

Di akhir penjelasan Agustinus Nahak meminta agar OJK RI bersama-sama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kemenkominfo agar segera bertindak tegas terhadap pinjaman online tidak terdaftar agar tidak meresahkan masyarakat.