News  

23 Tahun Reformasi 1998

Awal tahun 1998 di kampus ITB mulai ramai demo – demo untuk reformasi kepada rezim orde baru.

Mulai banyak pejabat – pejabat dan petinggi – petinggi negeri berkomentar membela orde baru dan banyak yang bilang kalau demo mahasiswa disusupi pihak asing dan tidak murni dari mahasiswa.

Banyak dari tokoh – tokoh tersebut adalah dulu nya aktivis – aktivis jaman mereka masih kuliah. Tidak sedikit dulu nya adalah tokoh pergerakan demo Malari tahun 1974. Sudah lulus lantas diberi jabatan trus malah ikutan membela yang membuat mereka nyaman dan berkuasa.

Setelah rezim orde baru tumbang, saya berharap semoga teman – teman aktivis 1998 di masa depan tidak seperti aktivis – aktivis diatas tersebut.

Tepat hari ini 23 tahun yang lalu presiden Suharto mundur dari jabatan nya dan merupakan tonggak dimulai nya reformasi di negeri +62 ini. Tiap tahun kelihatan nya semakin sepi peringatan nya dan masyarakat sudah semakin lupa akan agenda reformasi tersebut.

Apakah rezim sekarang sudah mejalankan agenda reformasi tersebut?

Coba kita cek, indeks demokrasi menurun, indeks penegakan HAM menurun, indeks pemberantasan korupsi juga menurun, aktivis – aktivis yang kritis di represi, wartawan – wartawan yang meliput kasus korupsi ditangkap dan dibunuh. Bahkan mahasiswa demo pun dihajar oleh aparat. Kok mirip dengan waktu rezim orde baru ya?

Saya jadi ingat harapan saya tahun 1998 dulu. Ternyata banyak juga aktivis – aktivis mahasiswa 1998 yang sekarang sudah jadi penggede negara dan diberi jabatan empuk baik di lingkungan istana ataupun BUMN, malah bersikap seperti aktivis – aktivis tahun 70an di tahun 1998. Ikutan membela rezim yang mirip orde baru, lupa dengan perjuangan idealisme mereka tahun 90an.

Saya mungkin bisa dibilang bukan aktivis 1998. Waktu demo reformasi pun saya cuma bagian dokumentasi (karena punya kamera sendiri), banyakan jepret – jepretin mahasiswi – mahasiswi Bandung yang bening – bening. Bahkan saya sendiri adalah anak dari seorang pejabat rezim orde baru.

Tapi sebagai seorang fotografer candid saya ingat sekali ekspresi teman – tema saya di Bandung yang demo di garis depan. Tidak sedikit dari mereka yang terluka dari perlawanan mereka dengan aparat. Kelihatan betul semangat mereka untuk perubahan sangat nyata dan tulus. Mereka benar – benar berjuang untuk rakyat. Mengorbankan dana, tenaga, darah dan air mata demi kemajuan bangsa (semoga mereka membaca tulisan ini). Belum lagi pengorbanan nyawa mahasiswa – mahasiswa di Jakarta yang sampai sekarang dilupakan. Padahal tanpa pengorbanan nyawa mereka mustahil rezim sekarang bisa berkuasa.

Business as usual. Buat orang bisnis yang ber spesies homo ekonomikus perjuangan reformasi tidak lah penting. Karena menurut mereka gejolak politik bakal mengganggu investasi. Jelek buat kestabilan yang mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sekali lagi soal perut dan dapur ngebul selalu lebih prioritas.

Ring a bell?…. Sekali lagi mirip dengan rezim orde baru tahun 1998….

Apakah history will repeat itself?… Saya bukan ahli sejarah, mungkin teman – teman ahli sosial politik dan ahli sejarah bisa menjawab pertanyaan saya itu.

Saya cuma kasihan saja dengan teman – teman yang dulu berjuang dengan tulus untuk menegakkan reformasi untuk rakyat. Apakah mereka harus terjun lagi ke lapangan untuk kembali memperjuangkan reformasi? Saya sendiri cuma bisa ngomel – ngomel di tulisan ini. Mungkin besok saya ditangkap oleh polisi cyber yang siap membungkam semua yang mengkritik rezim penguasa dengan dalil UU ITE. Sekali lagi aturan dengan semangat warisan rezim otoriter.

23 tahun reformasi terasa hampa. Kontras dengan gegap – gempita dan sorak – sorai para mahasiswa yang dengan gagah berani berdemo tahun 1998 lalu. Tidak ada peringatan resmi dari pemerintah dan kampus – kampus pelat merah. Bahkan koran – koran mainstream saja sudah tidak mengulas berita nya lagi. Reformasi sudah terkubur mati.

Semoga tuhan mengabulkan doa para pejuang reformasi dan keluarga korban 1998 yang ditinggalkan nya.

Demi tuhan, bangsa dan almamater

Cilacap, 21 Mei 2021
Wirendra Tjakrawerdaja, Sarjana Sastra Mesin ITB