News  

Draf RUU KUHP Terbaru, Hina Presiden di Medsos Terancam Penjara 4,5 Tahun

Sosialisasi RUU KUHP terus dilakukan ke berbagai daerah oleh Kemenkumham. Dalam draf RUU KUHP terbaru itu, penghinaan terhadap martabat presiden/wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.

Bila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.

Hal itu tertuang dalam draf RUU KUHP terbaru yang didapat detikcom, Kamis (3/6/2021). Draf itu disebarkan kepada peserta sosialisasi RUU KUHP di Manado pagi ini. Dalam draf itu tertuang soal ancaman penghinaan terhadap presiden.

Hal itu tertuang dalam BAB II TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 218 ayat 1 berbunyi:

Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun aturan di atas menjadi gugur apabila hal di atas untuk membela diri. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 218 ayat 2 berbunyi:

Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Nah, ancaman hukuman penjara naik 1 tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Pasal 219 berbunyi:

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum.

Atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Denda kategori IV yang dimaksud di atas yaitu maksimal Rp 200 juta (Pasal 79 RUU KUHP).

Namun RUU KUHP menegaskan, delik di atas adalah delik aduan. Karena delik aduan, aparat tidak bisa menindak apabila presiden/wapres tidak mengadu ke aparat kepolisian. Hal itu diatur dalam pasal 220 ayat 1 dan 2:

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden. {detik}