News  

Harga Pangan Naik, Rakyat Kian Tercekik

Pangan adalah kebutuhan pokok manusia. Dengannya kita mendapat energi. Pun pangan adalah salah satu nikmat dari Tuhan untuk kita, yang diberikan secara gratis. Beberapa menjadikannya sumber pencaharian untuk dijual.

Dan sekarang bahan pokok kebutuhan manusia ini menjadi permasalahan utama. Bukan hanya sebab beberapa bahan pangan langka, tapi harga yang kian melunjak tiap harinya.

Setiap tahun ada saja salah satu dari bahan pangan yang naik harganya, tergantung harga pasaran global, dengan kurs dolar yang menjadi patokan atau disebabkan keabaian negara dalam mengatur perekonomian rakyat.

Pertempuran tak seimbang antar ekonomi kelas atas dan bawah menimbulkan kepincangan dalam harga pasar. Kelas atas mampu menanggung efek kenaikan harga, namun ekonomi kelas bawah harus menanggung kurangnya kebutuhan gizi akibat tak sanggup untuk membeli.

Membatasi pengeluaran dan mengurangi porsi belanja bukan solusi utama atas kenaikan harga pangan, juga ketidakmampuan rakyat menengah kebawah dalam membelinya juga bukan sebab pengeluaran belanja tinggi.

Tapi konflik ekonomi antar kelas atas a.k.a pemilik modal besar dalam pasar internasional membuat harga pangan kian terombang-ambing ditambah iklim global yang kadang takbisa diprediksi, membuat bahan-bahan pokok menjadi hal mewah dikalangan menengah bawah.

Fakta yang masih mencakup negeri Indonesia masih belum seberapa. Tidak terhitung banyaknya negeri muslim dari berbagai belahan dunia turut merasakan efeknya.

Seperti yang terjadi pada Suriah, mereka hanya bisa makan secuil roti setiap harinya padahal sebelum mereka terjajah seperti ini, Suriah termasuk negara pemasok gandum.

Dan sekarang, bahkan persediaan roti kian menipis. Penjualan roti juga dibatasi oleh pemerintah zhalim yang menjajah.

Padahal sebelumnya pemerintah menjanjikan pemasokan roti yang banyak untuk rakyatnya, namun fakta berkata lain. Para rakyat Suriah bahkan harus mengantri berlama-lama demi roti bersubsidi terbatas yang bahkan tidak cukup untuk mereka semua.

Mirisnya lagi, Myanmar. Bagaimana setelah lengsernya seorang Aung San Kuu Kyi, perekonomian Myanmar bukan tambah membaik. Justru memburuk, setengah penduduk adalah korban PHK, bahkan terpaksa harus bekerja menggali septic tank. Daging adalah menu mewah, jangankan sebulan sekali, terkadang setahun sekali pun mereka tak bisa dapat.

Lagi-lagi terjadi kepincangan di negeri-negeri ini. Orang yang berada mendapat semua kemewahan yang ada, maka orang yang ada di kelad bawah hanya bisa meneguk ludah, bahkan melayani kenyamanan yang tak bisa mereka miliki.

Kemiskinan disertai kelaparan, bukan sesuatu yang baru dalam negara-negara didunia, negara dengan pengaruh besar pun memiliki populasi kemiskinan yang tidak main -main.

Persentase kematian dunia hampir setengahnya disebabkan kekurangan gizi, akibat tak mampu membeli makanan pokok yang sesuai kebutuhan tubuh.

Para pemimpin negara besar diseluruh dunia pun bungkam, dan menganggap kepincangan dunia adalah yang wajar. Parahnya mereka dengan egois mengatakan, hal ini wajar demi keseimbangan dunia.

Padahal satu abad yang lalu, bahan pangan benar-benar gratis untuk rakyat tak mampu. Kemiskinan adalah hal yang tabu di imperium itu. Khilafah. Bagaimana seorang pemimpin dari negara ini mengelola perekonomian dari sisi pengeluaran maupun kurs belanja negara. Semua itu didedikasikan untuk rakyat semata.

Negeri-negeri muslim pun tak akan carut marut seperti sekarang apabila imperium ini kembali berjaya.

Karena seharusnya bagi seorang pemimpin, rakyat adalah tanggung jawab mereka di akhirat. Sebagai penentu langkah terakhir mereka nanti, pun sebagai bentuk syukur mereka atas amanah yang Allah berikan.

Azizah Huurun’iin, Siswi SMAIT Al-Amri