News  

Deposito Rp.20,1 Miliar Raib, YLKI: Klaim BNI Soal Bilyet Palsu Tak Masuk Akal

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mempertanyakan klaim PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI soal bilyet deposito palsu senilai Rp 20,1 miliar milik Hendrik dan Heng Tao Pek.

“Klaim palsu menjadi tidak masuk akal. Karena selama tiga tahun terakhir dicek ada dana sebesar itu di bank. Berarti bank mengelolanya selama itu,” kata Tulus ketika dihubungi, Ahad, 20 Juni 2021.

Sebaliknya, menurut Tulus, jika benar bilyet deposito itu adalah palsu, berarti tak ada dana sebesar Rp 20,1 miliar di BNI selama ini. Padahal, kedua nasabah mengaku selama ini rutin mengecek saldo, mencetak buku tabunganya per bulan dan tak menemukan kejanggalan.

Pernyataan Tulus menanggapi kasus kehilangan deposito yang ditabung nasabah BNI cabang Peti Kemas Pelabuhan Makassar, Hendrik dan Heng Tao Pek sejak tahun 2018.

Pada Maret 2021 lalu, Hendrik tak bisa mencairkan deposito karena BNI menyebutkan empat bilyet deposito yang dimilikinya adalah palsu.

Ia juga mengaku bahwa tiap bulan aktif mengecek dana yang didepositokan tersebut. Bahkan, per bulan nasabah mencetak aktivitas transaksi di buku tabungannya.

Hendrik mengaku sebelumnya tertarik menempatkan uangnya di BNI karena ada iming-iming bunga deposito sebesar 8,25 persen per bulan. Ia lalu mentransfer uang total Rp 20,1 miliar dari Bank Maspion ke BNI lewat sistem RTGS. Seluruh transaksinya diklaim legal dan ada buktinya.

Setelah berulang kali mempertanyakan nasib uang depositonya tak berbuah hasil, Hendrik melaporkan kasus ini ke polisi dan pengadilan. Terkait hal ini, BNI menjelaskan sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Lebih jauh, Tulus meminta BNI transparan dalam proses investigasi internalnya, khususnya sebelum menyebutkan bilyet deposito kedua nasabah tersebut palsu. “Kepalsuannya di mana? Harus dijelaskan,” ucapnya.

Walaupun BNI, kata Tulus, memiliki kapabilitas untuk memeriksa keaslian bilyet deposito, tapi dalam hal ini konsumen harus tahu dan bisa merasa lebih yakin dan fair. “Kalau perlu, Kepolisian harus dilibatkan ikut mengecek keaslian bilyet. Apalagi ini juga menyangkut nilai uang yang sangat besar.”

Tulus juga menilai langkah yang dilakukan nasabah sudah benar dengan mengecek tabungannya secara berkala. “Dugaannya ada oknum perbankan bisa menjebol data konsumen atau orang luar yang bisa membobol. Ini yang harus diselidiki,” tuturnya.

Jika menyatakan bilyet palsu, berarti uang nasabah hilang, menurut Tulus, bank lah yang harus bertanggung jawab. “Karena artinya bank kecolongan. Keandalan sistem BNI dipertanyakan,” kata Tulus.

Soal kasus ini, BNI berkukuh bahwa kasus terjadi tersebut tidak ada atau tidak tercatat dalam sistem bank. “Peristiwa tersebut saat ini sedang dalam proses hukum. Kami sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom saat dihubungi Tempo di Jakarta, Senin 14 Juni 2021.

Mucharom menegaskan bahwa BNI sangat menjunjung tinggi komitmen untuk menjaga seluruh dana yang disimpan. BNI juga menjamin bahwa dana nasabah tersimpan aman. {tempo}