Pembayaran Utang Negara Lampaui Rekomendasi IMF, Zainuddin Maliki: Berpotensi Usik Anggaran Pendidikan

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki menilai pembayaran utang negara yang melampaui rekomendasi IMF dapat berpotensi mengusik penyediaan anggaran pendidikan di Tanah Air.

Zainuddin mengatakan pagu indikatif anggaran pendidikan 2022 Rp73,08 triliun turun angkanya dari Rp 81,5 triliun pada pagu 2021.

“Ada korelasi atau tidak dengan tren penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang, yang pasti pagu indikatif yang disodorkan Kementerian Keuangan kepada Kemendikbudristek turun lebih dari Rp 8 triliun,” ujar Zainuddin Maliki, kepada wartawan, Jumat (25/6/2021).

“Menyadari pentingnya pendidikan di tengah ancaman generation loss, kami berada di belakang Kemendikbudristek untuk mengajukan tambahan Rp 20,16 triliun guna menutup kebutuhan anggaran tahun 2022,” tegasnya.

“Tetapi kami pesimis dengan kemampuan penyediaan anggaran pemerintah yang tengah dibelit utang yang sudah melebihi rekomendasi IMF,” tambahnya lagi.

Sebagaimana dinyatakan Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam rapat Paripurna DPR RI, Selasa (22/6), bahwa trend peningkatan jumlah utang menimbulkan kekhawatiran penurunan kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang yang biayanya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

Data BPK menyebutkan hingga akhir Desember 2020, total utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun, yang berarti naik cukup tajam dibanding akhir tahun 2019 yang berada diangka Rp 4.778 triliun.

“Luar biasa dalam satu tahun itu utang pemerintah bertambah Rp 1.296,56 triliun sehingga melebihi rekomendasi IMF,” ungkap legislator asal Dapil Jatim X Gresik-Lamongan itu.

Sebagaimana diketahui, IMF maupun International Debt Relief (IDR) memberi rekomendasi rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen yang berarti utang luar negeri Indonesia melampaui batas 25-35 persen.

Sementara itu rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen telah melampaui dari rekomendasi IDR 4,6-6,8 persen.

Sedangkan rekomendasi IMF rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan hanya mematok 7-19 persen.

Zainuddin mengatakan pesimisme terhadap penyediaan anggaran pendidikan oleh pemerintah rupanya juga dialami sejumlah pemerintah daerah.

Mereka masih juga tidak tergerak untuk mengusulkan pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK tahun 2021, meski pemerintah membuka satu juta lowongan dengan janji gaji diambilkan dari APBN.

Direktur Dana Transfer Umum, Adrianto menegaskan di depan Komisi X Rabu (23/6) bahwa Kementerian Keuangan telah menggelontorkan DAU ke semua pemda total sebesar Rp19 triliun. Dana tersebut tidak boleh digunakan selain untuk gaji PPPK.

Faktanya, pemerintah daerah tetap enggan memanfaatkan tawaran pemerintah pusat. Sampai hari ini yang daftar hanya tercatat 525 ribu guru honorer dari satu juta lowongan ASN PPPK yang dijanjikan untuk diangkat 2021.

“Rata-rata pemda tidak yakin pemerintah akan menyediakan gaji ASN PPPK sehingga banyak pemda yang usul seadanya, bahkan ada pemda yang tidak bersedia mengusulkan guru honorernya,” kata Zainuddin.

Lebih lanjut, kata Zainuddin, agar tidak terjadi generation loss pemerintah harus menjamin ketersediaan anggaran pendidikan yang cukup di APBN.

“Oleh karena itu kendalikan rasio utang luar negeri agar tidak muncul kekhawatiran APBN kita lumpuh karena harus menanggung beban berat bayar utang,” pungkasnya. {tribun}