News  

Pelepasan Blok Wabu Intan Jaya Ke Swasta Dinilai Sarat Mafia, ESDM Diminta Transparan

Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) transparan soal pelepasan Blok Wabu di Intan Jaya, Papua, kepada pihak swasta.

Setelah tidak lagi dikuasai PT Freeport Indonesia, Ferdy mengatakan wilayah tambang emas itu semestinya diproritaskan ke perusahaan tambang BUMN, seperti MIND ID atau PT Aneka Tambang.

“Tambang yang diserahkan asing ke pemerintah pusat harus melalui proses tender dan lelang secara transparan dan terbuka di Kementerian ESDM dan prioritasnya adalah perusahaan BUMN.

Jika BUMN tak tertarik, baru ke BUMD dan terakhir barulah ke perusahaan-perusahaan swasta melalui mekanisme lelang,” ujar Ferdy pada Kamis, 24 September 2021, dalam keterangannya.

Ketentuan pengelolaan tambang ini diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Ferdy pun mempertanyakan munculnya nama PT Toba Bara Sejahtera dalam penguasaan Blok Wabu.

Perusahaan itu diduga terafiliasi dengan Menteri Koordiantor Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan berdasarkan data yang dipaparkan oleh KontraS. Ferdy mensinyalir dalam proses tender, terjadi perebutan dan dugaan permainan mafia.

Kecurigaan ini, kata dia, menguat karena Kementerian ESDM sebagai pemegang bola atas keputusan Blok Wabu tak buka suara atas polemik penguasaan tambang yang memanas baru-baru ini.

Adapun dilihat dari potensinya, menurut data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu memiliki sekitar 117.26 ton bijih dengan rata-rata kadar emas 2,16 gram per ton emas (Au) dan 1,76 gram per ton perak.

Artinya, kata Ferdy, setiap 1 ton materal emas dari tanah memiliki kadar sebesar 2,16 gram per ton emas dan 1,76 gram per ton perak.

Jika potensi itu diukur dengan harga emas sekarang yang mencapai US$ 1750 per troy once emas, artinya potensi pendapatan dari perusahaan yang mengolah Blok Wabu mencapai US$ 14 miliar atau nyaris Rp 300 triliun.

Adapun Blok Wabu berjarak 50 kilometer dari tambang emas Grasberg di Mimika yang dimiliki Freeport Indonesia dan Mind ID. Blok Wabu merupakan konsensi emas yang dilepas atau diciutkan oleh Freeport Indonesia.

Kepala Pokja Informasi Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Sony Heru Prasetyo belum memberikan respons saat dikonfirmasi seputar porsi pengelolaan Blok Wabu.

Adapun perkara pengelolaan blok ini menjadi ramai setelah Luhut melaporkan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida ke Polda Metro Jaya karena.

Nama Luhut disebut dalam rencana eksplorasi tambang emas di Blok Wabu dalam video YouTube Haris Azhar berjudul “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA JENDERAL BIN JUGA ADA” dalam Youtube pribadinya, 20 Agustus lalu.

Dalam video itu disebutkan ada permainan penguasaan tambang sebelumnya diungkap dalam laporan bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.

Laporan itu diluncurkan YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, dan gerakan #BersihkanIndonesia.

Berdasarkan laporan yang dikemukakan tersebut, ada empat perusahaan yang teridentifikasi menguasai konsesi lahan tambang di Blok Wabu. Satu di antaranya adalah PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) yang diduga terhubung dengan Toba Sejahtra Group.

Laporan terebut menyatakan Luhut masih memiliki saham di perusahaan Toba Sejahtra Group. Toba Sejahtra Group melalui anak usahanya, PT Tobacom Del Mandiri, disinyalir mengempit sebagian saham PTMQ.

West Wits Mining sebagai pemegang saham PTMQ membagi saham kepada Tobacom dalam proyek Derewo River Gold Project.

Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, mengklaim informasi yang disampaikan Haris dalam video YouTube-nya adalah kabar bohong.

“Kawan-kawan ini belum punya data, fakta, tapi menyampaikan tidak benar. Kami beri kesempatan untuk mengoreksi. Tapi karena tidak maaf, karena sudah mencemarkan, mencederai nama baik ya tidak benar,” ujar Juniver. {tempo}