News  

Miris! 17 Tahun Jadi Guru SD Dengan Honor Rp.350 Ribu, Rumah Sri Hartuti Disangka Kandang Kambing

Sri Hartuti sudah 17 tahun mengabdi sebagai guru di SD Pandean 4 Ngawi. Namun, statusnya adalah pengajar tidak tetap alias honorer. Sebulan ia mendapat gaji Rp 350 ribu. Sementara penghasilan suaminya tak tentu sebagai pekerja serabutan di kebun. Jauh di bawah sejahtera.

Mereka pun tinggal di sebuah rumah tak layak huni. Bahkan sempat ada yang menyangka sebagai kandang kambing–memang di sebelah rumah Sri Hartuti ada kandang kambing.

Tak pelak, kondisi miris guru Sri Hartuti tersebut membuat Camat Karanganyar, Nur Yudhi M Arifin menangis. Padahal, guru Sri Hartuti berjasa mengentaskan buta huruf di kampungnya. Kini, mantan anak didiknya sudah banyak yang sukses.

Ada yang jadi polisi, pengusaha dan banyak juga yang sedang meneruskan kuliah. Guru Sri Hartuti tinggal di Dusun Sure, Desa Pandean, di tengah hutan jati di kawasan KPH Ngawi.

Bersama suaminya dan tiga anaknya, ia menempati rumah sederhana berlantai tanah yang menyatu dengan kandang kambing.

Dinding dan pintunya terbuat dari anyaman bambu (gedek). Tampak celah-celah menganga di beberapa sisi sehingga angin pun masuk dengan mudah.

Bau tak sedap menyeruak dari kandang kambing yang satu atap dengan rumah. “Mohon maaf baunya tak sedap dari kandang kambing,” kata Sri Hartuti, Kamis (21/10/2021).

Walaupun sudah mengajar selama 17 tahun, status Sri Hartuti masih guru tidak tetap. Setiap bulan ia menerima gaji Rp 350.000.

Sementara suaminya bekerja serabutan di kebun dengan penghasilan tak seberapa. Kondisi itu membuat mereka tak mampu membangun rumah yang layak. Tempat tinggal saat ini dibangun di atas tanah Perhutani.

“Ini pun tanahnya numpang di Perhutani. Untuk memperbaiki, gaji kami tak cukup,” ucapnya.

Dengan kondisi kekurangan, Sri Hartuti tetap melaksanakan kewajibannya untuk mendidik anak-anak di desanya. Menurutnya banyak warga yang masih buta huruf serta banyak anak yang putus sekolah.

“Pada awal mengajar di sini, anak kelas 4 SD banyak yang tidak bisa membaca. Saya ingin anak anak di sini pandai,” ujarnya.

“Meski keadaan saya begini, saya bangga kalau ada anak didik saya yang tahu lewat di sini menyapa saya. Anak didik saya sudah ada yang jadi polisi, pengusaha, dan banyak juga yang kuliah,” ujarnya terharu.

Camat menangis

Camat Karanganyar Nur Yudhi M Arifin menangis saat mengetahui ada warganya yang berprofesi guru tinggal dengan kambing di tengah hutan jati. Bahkan ia menyangka rumah pengajar SD Pandean 4 itu adalah kandang kambing.

“Saya pertama melihat langsung tanya ke kepala dusun (Kasun), itu rumah apa seperti kandang kambing karena di depannya memang ada kambing,” ujar Nur Yudhi saat ditemui di rumah Sri Hartuti, Kamis (21/10/2021).

Arifin menambahkan, meski sering berkeliling kampung, dia mengaku baru pertama kali menemukan rumah warganya yang sangat tidak layak huni. “Saya keliling ke sini karena persentase vaksin di kampung sini hanya 14 persen,” imbuhnya.

Arifin mengaku akan berusaha semampunya membantu Sri Hartuti agar bisa hidup lebih layak. Apalagi, Sri Hartuti adalah seorang guru yang keberadaannya sangat dibutuhkan.

“Saya merasa jadi camat gagal. Saya akan berusaha membantu sebisanya,” ucap dia dengan mata berkaca-kaca. {tribun}