News  

‘Ranjau-Ranjau’ Pilpres 2024 Menjegal Calon Presiden Pilihan Rakyat

Anda masih percaya Pilpres tahun 2024 berlangsung secara langsung, umum, bebas dan rahasia alias LUBER plus JURDIL, jujur dan adil? Atau malah sebaliknya. Pilpres penuh rekayasa dan tipu daya.

Tengoklah rekam jejak 2 Pilpres terakhir. Pilpres tahun 2014 dan 2019. Yang kalah bisa menang. Yang menang bisa kalah. Kata siapa? Bongkar kecurangan Pilpres 2014 dan 2019. Itu jawabannya.

Siapa yang berani membongkarnya? Banyak rumor yang menyebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik meninggal dunia secara misterius setelah berniat membongkar kecurangan Pilpres 2014.

Pilpres 2019 lebih gila lagi. Ketua KPU Arief Budiman mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 sebanyak 894 orang dan 5.175 petugas mengalami sakit (Kompas.com, 22/1/20)

Sampai hari ini belum ada investigasi yang menyelidiki penyebab kematian 894 petugas Pemilu pada Pemilu 2019. Rumor banyak berseliweran. Ada yang bilang meninggal karena diracun. Ada pula yang bilang kematian tidak wajar. Tidak sedikit yang bilang karena kelelahan. Yang jelas, 894 petugas KPPS telah menjadi ‘tumbal’ pemilu yang diindikasikan curang.

Berapa banyak lagi petugas KPPS yang bakal meninggal saat Pemilu 2024 digelar secara serentak? Dimana Pilpres, Pileg dan Pilkada diselenggarakan serentak di tahun yang sama, 2024. Bisa ribuan petugas KPPS meninggal dunia secara misterius. Nyawa manusia menjadi tidak berharga demi kepentingan oligarki politik.

Benih-benih Pilpres 2024 bakal berlangsung lebih brutal dan curang mulai ditabur. Kita mencium aroma tak sedap dibalik rencana rekrutmen Komisioner KPU dan Bawaslu periode 2022-2027. Komisioner yang terkoneksi dan terafiliasi dengan genk dan mafia oligarki politik.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah terkondisikan melalui UU No 7/2020 tentang MK. Masa jabatan Hakim MK selama 15 tahun dengan batas pensiun umur 70 tahun. Dengan berlakunya UU No 7 tahun 2020, maka dipastikan 8 Hakim Pilpres 2024 yang akan datang diadili oleh hakim MK saat ini. Selain itu, ada juga hakim konstitusi saat ini yang bisa menjabat hingga 2034.

Penyelenggara dan pengadil hasil sengketa Pemilu telah dikondisikan sedemikian rupa untuk menghasilkan presiden boneka sesuai keinginan oligarki.

Bagaimana dengan rakyat? Pasrah atau marah?. Menerima skenario Pemilu ala oligarki yang telah dipasang ‘ranjau-ranjau politik’ untuk menjegal Presiden pilihan rakyat.

Presiden boneka jilid dua melalui sandiwara Pilpres. Penggiringan opini rakyat akan sosok tertentu yang dipersiapkan oleh oligarki untuk menjadi Presiden. Hari ini dapat terbaca dengan jelas.

Orang-orang yang ‘punya’ kendaraan partai, elektabilitasnya jeblok versi Pekerja Survei Komersial (PSK). Berkutat di angka satu koma. Sementara sosok yang dipersiapkan oligarki, sosok tanpa prestasi tapi penuh pesona palsu, elektabilitasnya meroket. Aneh bin ajaib dengan sosok yang selama 4 (empat) tahun terakhir telah menunaikan janji-janji politik dengan segudang prestasi justru elektabilitasnya dibawah sosok yang dipropagandakan oleh PSK.

Mungkinkah rakyat mulai berpikiran lain. Marah karena tidak percaya Pemilu bakal berlangsung secara LUBER JURDIL? Sehingga mengambil caranya sendiri. Menyelamatkan NKRI, Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Wallahua’lam

Bandung, 16 Syawal 1443/23 Oktober 2021
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial