News  

27 Dari 34 Kepala Daerah Terjerat Korupsi, KPK: Biaya Politik Lebih Mahal Dari Kekayaan Yang Dimiliki

Biaya politik yang mahal menjadi salah satu penyebab terjadinya perbuatan tindak pidana Korupsi yang mengakibatkan pembangunan sumber daya manusia terhambat.

Begitu yang disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Borneo Tarakan (UBT) secara hybrid di Aula Gedung Rektorat UBT, Kalimantan Utara, Selasa (26/10).

Ghufron mengatakan, korupsi merusak tatanan ekonomi karena telah merusak pasar dan sulit untuk mendapatkan barang dengan harga yang bagus karena adanya suap.

Suap pun kata Ghufron, menyebabkan merit system gagal dan akibatnya pembangunan sumber daya manusia terhambat.

“Gara-gara suap eksploitasi sumber daya alam tidak terkendali, sehingga mewarisi malapetaka kepada anak cucu,” ujar Ghufron.

Dalam acara ini, Ghufron juga menyampaikan statistik penanganan korupsi paling banyak dengan modus suap, yaitu sebanyak 739 kasus.

Kasus tersebut melibatkan pihak swasta ketika berkaitan dengan pengurusan izin dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Menurut Ghufron, hal tersebut terjadi hampir di semua daerah.

Saat ini, katanya, 27 kepala daerah dari 34 provinsi tersangkut tindak pidana korupsi.

Salah satu penyebabnya kata Ghufron karena biaya politik tinggi. Bahkan, katanya, jauh lebih mahal dibandingkan total harta yang dimiliki oleh pasangan calon.

“Anomali yang hanya terjadi di Indonesia ketika banyak yang mau jadi bupati dengan mengeluarkan biaya mahal sekitar Rp 5-10 miliar, sangat jauh dibandingkan dengan hartanya,” jelas Ghufron di hadapan sekitar 200 peserta yang hadir.

Ghufron melanjutkan, calon kepala daerah memerlukan dana dari sponsor yang di kemudian hari berpotensi menagih modal kembali melalui pengadaan barang dan jasa yang ada di pemda.

Dalam kesempatan tersebut, Ghufron juga mengajak sivitas akademika UBT untuk membangun integritas bangsa dari pendidikan sebagai bagian dari pendidikan karakter dan budaya antikorupsi.

Sebab menurutnya Ghufron, pendiri bangsa telah menghantarkan bangsa Indonesia pada kemerdekaan dan tugas generasi penerus untuk membangun rumah bangsa.

“Bangunan rumah bangsa Indonesia akan hancur jika korupsi. Tujuan Nasional sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, tidak akan terwujud,” tegas Ghufron.

Dengan demikian, KPK kata Ghufron, melakukan insersi dalam bentuk implementasi pendidikan antikorupsi dalam bentuk insersi dan kegiatan kemahasiswaan.

KPK pun mendorong pengembangan integritas di perguruan tinggi harus meliputi tiga hal, yaitu pendidikan antikorupsi, penelitian, dan pembangunan integritas ekosistem perguruan tinggi.

“Ada tiga elemen integritas, yaitu yang pertama, tata nilai. Bagaimana memahami dan membiasakan. Kedua, tata kelola yaitu internalisasi dalam pengelolaan. Dan ketiga, tata sejahtera (kesejahteraan),” jelas Ghufron. {rmol}