Daftar Kontroversi Adik Nazaruddin, Muhammad Nasir: Minta CSR Pertamina Hingga Ancam Bos PLN

Anggota Komisi VII DPR RI yang juga adik dari Nazaruddin, Muhammad Nasir, mengancam Direktur Utama PT PLN (Persero) yaitu Zulkifli Zaini agar diganti saja. Penyebabnya, PLN menolak membeli batu bara dengan harga mahal, mengikuti harga global.

“Hari ini batu bara itu primadona, kalau bapak enggak mau bersaing, ya enggak akan dapat. Saya usul pimpinan, nanti sampaikan ke menteri, dirut dan wadirut (PLN) diganti. Cari yang pandai dagang,” kata Nasir dalam rapat dengan PLN dan Dirjen Minerba di DPR RI, Senin (15/11).

Zulkifli Zaini menolak membeli batu bara dengan harga mahal karena bakal berdampak ke tarif listrik dan keuangan negara. Pemerintah sejak 2018 telah menetapkan patokan harga batu bara untuk kelistrikan maksimal USD 70 per ton. Kebijakan ini diberlakukan untuk menjaga tarif listrik tidak naik ketika harga batu bara dunia melambung di atas USD 70 per ton.

Sebelum mengancam Dirut PLN, Nasir sudah pernah membuat beberapa kontroversi. Berikut rangkuman dari kumparan:

Nasir Minta Jatah CSR ke Pertamina

Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan PT Pertamina (Persero) pada Rabu (29/1/2020), Muhammad Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility atau dan CSR ke BUMN perminyakan tersebut.

Hal itu disampaikan Nasir secara terbuka menjelang rapat ditutup, sekitar pukul 14.49 WIB. Kepada Pertamina, Nasir menanyakan kenapa bantuan dari Pertamina untuk daerah pemilihannya di Riau II belum juga datang.

“Ini kita sudah masuk sidang pertama, pulang ke dapil enggak bawa apa-apa. Jadi kita minta, apa kita buat polanya seperti tahun lalu, kira-kira seperti apa Bu Dirut?” kata dia bertanya kepada Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.

Dia bahkan meminta Sekretaris Perusahaan Pertamina untuk dicopot saja karena dianggap payah kerjanya. Nasir ingin Sekper Pertamina seharusnya mencari para anggota DPR untuk pemberian dana CSR, bukan sebaliknya.

Nasir Ancam Bos Inalum

Rapat antara Komisi VII DPR RI dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum pada Selasa (30/6/2020) sempat memanas. Penyebabnya, Nasir menggebrak meja dan meminta Direktur Utama Inalum saat itu, yakni Orias Petrus Moedak, keluar dari ruangan.

“Bapak bagus keluar, enggak ada gunanya di sini. Anda bukan buat main-main di DPR. Anda bukan buat main-main di sini. Anda itu enggak lengkap bahannya. Enak betul Anda di sini. Siapa yang naruh Anda di sini?” ujar Nasir kepada Orias dengan nada tinggi.

Nasir bahkan mengancam akan mengirim surat ke Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Orias. “Saya minta diganti dirut ini. Saya kirim surat pribadi dari fraksi, nanti kami bicara Fraksi Demokrat. Saya akan kirimkan Pak Erick sebagai menteri BUMN,” ujarnya.

Awalnya, Nasir meminta penjelasan pada Orias soal Global Bond yang baru diterbitkan Inalum. Pertama, USD 4 miliar yang diterbitkan tahun lalu untuk pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia.

Perusahaan kembali menerbitkan global bond senilai USD 2,5 miliar atau setara dengan Rp 35 triliun (kurs dolar Rp 14.000) belum lama ini untuk refinancing dua utang perusahaan yang jatuh tempo pada 2021 senilai USD 1 miliar dan 2023 sebesar USD 500 juta.

Nasir yang tidak paham dengan penjelasan Orias tentang utang perusahaan lalu merasa geram.

Nasir Pernah Berurusan dengan KPK

Pada Mei 2019, Muhammad Nasir berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Anti Rasuah itu menggeledah ruang kerja Nasir di Komisi VII DPR dalam rangka penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang diterima Bowo Pangarso.

Penggeledahan dilakukan lantaran KPK mengendus Bowo menerima gratifikasi terkait pengurus Dana Alokasi Khusus (DAK).

Kendati demikian, penyidik KPK tidak menyita barang bukti dari penggeledahan tersebut. Belum diketahui pula kaitan Nasir dalam kasus ini sehingga ruang kerjanya tersebut digeledah.

Sebelum terseret di pusaran kasus dugaan gratifikasi Bowo Pangarso, Nasir juga pernah diperiksa untuk kasus korupsi di KPK pada tahun 2011.

Kala itu, ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menjerat istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.

Dalam kasus PLTS, Nasir hanya sebatas saksi. Sementara Neneng sudah divonis penjara selama 6 tahun dan uang pengganti Rp 2,6 miliar. {kumparan}