News  

Komnas Perempuan: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan dalam pacaran termasuk tiga besar kasus yang paling banyak dilaporkan ke Komnas Perempuan. Salah satunya yang tengah ramai diperbincangkan publik, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Mojokerto, NWR, oleh kekasihnya Randy Bagus Hari Sasingko.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentiriyani menyampaikan, kekerasan yang menimpa NWR hingga membuatnya nekat bunuh diri menjadi pembelajaran berharga bahwa Indonesia saat ini betul-betul darurat kekerasan seksual.

“Bukan saja karena kasusnya semakin banyak dilaporkan dan semakin kompleks, tapi juga memang daya penanganan untuk kasus kekerasan seksual secara prosesnya terhadap perempuan sebetulnya sangat terbatas dan rapuh,” kata Andy dalam konferensi pers virtual, Senin (6/12/2021).

Menurut Andy, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak terlaporkan. Kalaupun sampai dilaporkan, kemungkinan tidak tertangani dengan baik lantaran banyaknya kasus serupa.

Terkait kasus kekerasan serupa, Komnas Perempuan telah mendapatkan laporan sekitar 4.500 kasus selama 2021, hingga Oktober lalu. Atau sekitar 400-500 kasus per bulan.

Andy mengungkapkan, laporan kasus kekerasan dalam pacaran itu datang dari berbagai macam latar belakang korban. Dari mulai pelajar, mahasiswa, hingga pekerja dengan jenis kasus yang juga beragam.

“Laporan yang diterima Komnas Perempuan juga lembaga pendamping, kasus kekerasan dalam pacaran ini sebetulnya hampir selalu nomor 3 terbanyak dari kasus kekerasan di ruang privat,” ucapnya.

Sementara itu, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, dari 2015-2020, kekerasan terhadap perempuan secara umum ada sekitar 12.000 kasus yang dilaporkan dari berbagai penyedia layanan di 34 provinsi ke Komnas Perempuan. Andy menyebut, 20 persen dari total kasus tersebut termasuk kekerasan dalam pacaran.

Sayangnya, penanganan kasus kekerasan dalam pacaran seringkali mengakibatkan kebuntuan dalam proses hukum. Karena relasi pacaran membuat korban disalahkan karena dinilai ada unsur suka sama suka.

“Dalam kasus aborsi seperti kasus NWR seringkali korban dikriminalkan, sementara laki-laki melenggang pergi saja karena tidak terjerat oleh hukum,” katanya.

Oleh sebab itu, Andy menekankan pentingnya segera disahkan RUU terkait kasus kekerasan seksual agar setiap korban kekerasan, tidak hanya perempuan, bisa mendapatkan haknya.

“Pengesahan RUU tindak pidana kekerasan seksual ini salah satu kunci yang sangat penting. Mengingat bahwa dalam RUU, selain upaya untuk memutus impunitas dari pelaku, tapi juga penekanan yang sangat besar pada upaya pemulihan korban yang saat ini kapasitasnya betul-betul terbatas,” pungkasnya. {suara}