News  

Apa Salahnya Dengan Pergantian Presiden Secara Ekstra Konstitusional

Polemik tentang isu pergantian kepemimpinan nasional kembali menghangat. Ada dua kutub utama. Pergantian presiden secara konstitusional dan extra konstitusional atau kombinasi dari keduanya.

Sejarah kepemimpinan nasional di Indonesia telah dipimpin oleh 7 (tujuh) Presiden. Dari Soekarno hingga Jokowi.

Dari ketujuh presiden yang pernah berkuasa di Indonesia. 4 (empat) presiden dihasilkan melalui proses ekstra konstitusional yaitu Soekarno, Soeharto, BJ Habibie dan Megawati.

Pergantian presiden secara extra konstitusional diawali pergolakan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya peralihan kekuasaan secara konstitusional tanpa proses pemilu. Soekarno dipilih oleh PPKI. Soeharto diangkat oleh MPRS. Demikian pula dengan BJ Habibie dan Megawati menjadi Presiden setelah Presiden yang digantikannya berhenti dan diberhentikan oleh Sidang Istimewa MPR.

Sementara 3 (tiga) presiden Indonesia lainnya, dihasilkan melalui proses pergantian kepemimpinan nasional secara konstitusional melalui proses pemilihan umum.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno dipilih secara ekstra konstitusional. Soekarno dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 tanpa melalui proses pemilihan umum.

10 tahun Soekarno berkuasa baru bisa menggelar pemilihan umum pertama di Indonesia pada tahun 1955. Pemilu tahun 1955 bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Tidak disebutkan tujuan Pemilu 1955 untuk pemilihan presiden.

Pasca Gerakan 30 September/PKI, Soekarno mengeluarkan surat perintah sebelas Maret (Supersemar) yang menandakan peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Lagi-lagi peralihan kekuasaan secara ekstra konstitusional.

Soeharto mulai resmi menjabat sebagai presiden sejak 27 Maret 1968, setelah sebelumnya menjabat sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera tahun 1966 dan diangkat menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1967 oleh MPRS. Baru pada tahun 1971 Soeharto dipilih oleh MPR hasil Pemilu.

Demikian pula dengan peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada BJ. Habibie berlangsung secara ekstra konstitusional setelah terjadinya gerakan reformasi. BJ. Habibie menjadi Presiden ketiga pada 21 Mei 1998 pasca Soeharto berhenti sebagai presiden setelah berkuasa selama 32 tahun.

Peralihan kekuasaan secara murni tanpa gejolak politik dan melalui Pemilihan Umum baru terjadi pada masa Presiden keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dipilih oleh MPR hasil pemilihan umum tahun 1999.

Kekuasaan Gus Dur sapaan akrab Abdurrahman Wahid hanya bertahan kurang dari 2 tahun. Kembali terjadi peralihan kekuasaan di Indonesia secara ekstra konstitusional dari Gus Dur kepada Megawati. Sebelumnya terjadi gejolak politik dan skandal Bulog.

Megawati dilantik pada 23 Juli 2001 oleh MPR sebagai Presiden kelima. Sebelumnya dari tahun 1999–2001, Megawati menjabat Wakil Presiden pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pada tahun 2004 digelar pemilihan presiden secara langsung. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. SBY menjabat Presiden keenam dua periode.

Demikian pula, Jokowi terpilih sebagai presiden ketujuh melalui Pilpres secara langsung tahun 2014 dan 2019.

Setelah periode kedua Jokowi berjalan lebih dari 2 tahun atau 7 tahun lebih dari periode pertama, berhembus rumor kekuasaan Jokowi akan berakhir sebelum 2024 melalui proses ekstra konstitusional.

Ada beberapa kemungkinan skenario peralihan kekuasaan andai terjadi peralihan kekuasaan Jokowi secara ekstra konstitusional, yaitu Wakil Presiden Ma’ruf Amin diangkat sebagai Presiden. Meneruskan sisa jabatan Jokowi hingga 2024.

Rumor lain yang menyebut, peralihan kekuasaan akan diambil alih oleh Triumvirat yang terdiri-dari Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri. Syaratnya Presiden dan Wakil Presiden sama-sama mengundurkan diri.

Kabar lain tentu yang paling hots. Rumor yang menyebut Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang akan menjadi Presiden hingga tahun 2024 melalui proses extra konstitusional yang diawali dengan gejolak politik dan ekonomi.

Bila skenario peralihan kekuasaan dari Jokowi ke Andika Perkasa terjadi. Publik mencurigai sebagai upaya mempertahankan status quo kekuasaan oligarki. Menghindari Pemilu tahun 2024.

Gonjang-ganjing politik tersebut telah menjadi buah bibir publik sejak awal tahun 2021. Kabar isu pergantian Presiden Jokowi melalui proses ekstra konstitusional telah menjadi perdebatan.

Yang pro ekstra konstitusional menganggap proses politik pergantian Jokowi tahun 2024 secara konstitusional dengan digelarnya Pemilu sebagai legitimasi perpanjangan kekuasaan oligarki.

Mereka bersikap skeptis bahkan sinis terhadap maraknya deklarasi Anies Presiden 2024 yang bergema akhir-akhir ini di seluruh Indonesia.

Pendapat lainnya mengatakan bahwa maraknya deklarasi Anies Presiden 2024 tidak ada hubungannya dengan pengalihan isu tentang gonjang-gonjang keberlangsungan Pemerintahan Jokowi.

Lalu? Soal adanya isu akan terjadi peralihan kekuasaan melalui proses ekstra konstitusional tidak perlu menghentikan langkah politik secara konstitusional seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Masih ada harapan Pilpres 2024 menghasilkan presiden pilihan rakyat.

Bandung, 6 Jumadil Ula 1443/11 Desember 2021
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial